Penyebab TPQ Tidak Maju Berkembang dengan Baik
Penyebab TPQ Tidak Maju. permasalahan pengelola TPA, Beberapa hal yang menjadi sebab sebuah lembaga TPQ stagnan tidak maju dalam kualitas dan lulusan santri.
pontren.com – assalaamu’alaikum, ada ratusan bahkan ribuan lembaga Taman Pendidikan alquran yang berada di Indonesia.
Bisa jadi saya, anda, kita telah mengenyam pendidikan ini walaupun hanya sebentar. Bisa juga bertahun tahun menjadi santri TPQ atau biasa sering disebut juga TPA.
Selain menjadi santri, tidak tertutup kemungkinan malah sebagai pengajar atau ustadz ustadzah di TPQ.
Entah sebagai guru resmi yang menjadi pendidik pada TPQ atau hanya sebagai asisten pada saat menjadi santri yang sudah dipercaya mengajar murid lain.
Hal ini lumrah terjadi karena rasion jumlah guru dengan murid yang tidak sebanding. Apalagi jika menggunakan metode menyimak tatap muka satu satu atau biasa disebut privat.
Apakah anda menyimak atau memperhatikan, jika dari dahulu TPQ di tempat anda atau yang pernah anda tau bahwa TPQ saat anda kecil masih sama atau seperti itu-itu saja?
Kalau iya, kita bernasib sama, kalau lebih baik, berarti ada peningkatan. Jika malah TPQ anda sudah tidak aktif, sepertinya bukan merupakan hal yang mengejutkan.
Menelisik kasus dimana TPQ tetap kondisi yang sama semenjak dahulu, merupakan indikasi kurang maju dan tidak berkembang lembaga pendidikan tersebut.
Setelah puluhan tahun kenapa masih sama? Tidak ada inovasi atau perkembangan?
Setelah mengamati dan menganalisa secara sederhana, ada beberapa penyebab suatu lembaga TPA TPQ Taman Pendidikan Alquran tidak bisa maju atau stagnan dalam perkembangannya.
Adapun faktor penyebabnya (menurut saya pribadi) adalah sebagai berikut :
TPQ Tidak di Manajemen dengan Baik
Jika diperhatikan, kegiatan belajar mengajar pada TPQ sering berkutat pada hal itu-itu saja. Pertama pembukaan, membaca doa, sedikit hafalan, kemudian guru menerangkan tentang sedikit ilmu keislaman, dilanjutkan privat iqro.
Selesai privat dilanjut hafalan dan doa penutup diselingi beberapa pertanyaan. Bagi santri yang bisa menjawab diperbolehkan pulang lebih dahulu.
Dengan penyampaian materi yang seingatnya dari pengajar, serta rutinitas yang tidak berubah dari zaman tahun 80 an ini sepertinya banyak menjangkiti lembaga TPQ.
Hal in terjadi karena tidak ada penataan atau manajemen yang baik oleh para pengasuhnya.
Perlu di tata ulang terkait bagaimana menjadikan TPQ lebih maju dan bisa menghasilkan santri soleh solihah dengan kedalaman ilmu yang mumpuni serta kesalehan dalam ibadah.
TPQ Tidak mempunyai kurikulum yang jelas
Salah satu penyebab terjadi rutinitas diatas salah satunya karena tidak ada kurikulum yang jelas pada TPQ.
Jika disepakati kurikulum yang jelas (dan tentunya rasional dalam pencapaiannya) maka akan sedikit tertata dan tentunya akan ada sedikit perubahan dan peningkatan dalam mutu serta kualitas lembaga dan santri
Tidak memiliki kalender pendidikan
Dengan ketiadaan kurikulum, menjadikan lembaga TPQ berjalan seadanya yaitu berkutat kepada privat dan hafalan.
Dan juga tidak mempunyai target dalam waktu dan materi yang disampaikan kepada santri.
Sangat jarang saya menemukan lembaga yang mempunyai kalender pendidikan yang baik dalam penyusunannya serta pelaksanaannya.
Kalender pendidikan diperlukan supaya KBM pada TPQ lebih tertata rapi serta mempunyai sasaran dan target yang jelas dalam pengajaran, terlepas nanti meleset dari angan, tetaplah akan lebih baik jika mempunyai kalender pendidikan, dimana disitu dijadwalkan kapan ujian semseter, kapan pembagian raport, kapan pertemuan atau pengajian wali murid.
Juga akan sangat bagus jika ada wisuda santri sekaligus penyerahan ijazah kelulusan TPQ dari berbagai tingkat.
Lho, saat ini kan sudah ada kaldik dari Kemenag…. Boleh saja sekarang sudah ada kaldiknya, namun berapa persen pengelola yang mengetahui kaldik ini? berapa persen dari yang tahu keberadaan kaldik kemudian mengaplikasikannya pada KBM TPQ? saya rasa hasilnya kurang begitu menggembirakan.
Tidak ada evaluasi ujian dan pembagian raport
Dampak selanjutnya terkait ketiadaan manajemen serta kurikulum yang jelas, umum terjadi suatu TPQ hampir tidak pernah melaksanakan ujian semester yang terjadwal.
Dampak selanjutnya yaitu Tidak pernah ada pembagian raport hasil evaluasi bagi santri.
Sebenarnya ada dampak keluar yang bagus jika dilaksanakan ujian dan rapotan bagi para santri.
Pembagian rapot dan ujian semester yang reguler dan teratur menjadikan kepercayaan masyarakat kepada lembaga meningkat karena melihat keseriusan dalam pengelolaan lembaga TPQ. Dibuktikan dengan adanya ujian semester dan pembagian raport.
Apakah orang tua peduli dengan raport TPQ.
Saya jawab ya. Terlepas dari seberapa dalam kepedulian adanya raport ini, yang jelas dengan adanya penyerahan hasil evaluasi belajar santri yang berbentuk raport menjadikan kesan positif dari wali murid kepada lembaga maupun dewan pengajar.
Tidak ada dana yang memadai untuk operasional Lembaga
Pepatah Jawa mengatakan “jer Basuki Mowo Beyo” yang artinya kira-kira jika menginginkan yang bagus maka diperlukan biaya atau dana.
Hal ini sepertinya berlaku juga bagi lembaga TPQ. Umumnya pendanaan untuk TPQ sangat memprihatinkan. Terutama lembaga yang berada di desa-desa terpencil dimana uang susah diperoleh dibandingkan dengan tenaga.
Walau begitu, banyak TPQ di kota yang tidak terlepas dari masalah keuangan. Malah terkadang guru TPQ yang harus nombok dalam rangka pembelian peralatan belajar mengajar atau keperluan lomba santri.
Bagaimana akan menata TPQ dengan baik jika sarana prasarana pokok KBM tidak bisa dicukupi karena ketiadaan dana?
Mau mengadakan raport tanpa uang? Kasian para guru, mau maju lomba? Pikir – pikir banyak nomboknya. Begitulah hal yang termasuk banyak saya lihat.
Takmir Masjid kurang memperhatikan keuangan Lembaga TPQ
Banyak TPQ yang melakasanakan kegiatan belajar mengajarnya di ruangan masjid.
Umumnya para pengajarnya adalah para remaja dan pemuda pemudi masjid. Para pemuda pemudi atau remaja remaji ini umumnya aktivis masjid yang masih muda atau belum menikah serta dalam kondisi mencari pekerjaan yang mapan.
Walau tidak semua seperti itu, masih ada juga guru senior, serta pekerja mapan yang meluangkan waktu mengajar TPQ, akan tetapi mereka hanyalah minoritas diantara para guru TPQ.
Karena klub pemuda remaja yang masih dianggap hijau, menjadikan komunikasi dengan takmir masjid kurang kondusif.\
Hal ini menjadikan tidak ada komunikasi yang baik antara takmir masjid dengan pengelola TPQ.
Entah kenapa banyak takmir masjid yang terjangkiti wabah tidak memperhatikan keuangan TPQ baik sebagai kegiatan operasional maupun insidentil.
Pada waktu kegiatan badko TPQ di tingkat kabupaten, seorang panitia iseng bertanya kepada para ustadz ustadzah tpq, kira kira pertanyaannya seperti ini”, apakah takmir masjid memperhatikan dengan baik lembaga TPQ terutama dalam hal keuangan?” dijawab dengan kompak “tidaaaak”
Takmir Masjid fokus mengutamakan pembangunan fisik masjid
Fisik masjid merupakan kebanggaan bagi pengelolanya atau takmir masjid. Apalagi jika pada saat sebelum sholat jumat disebutkan jumlah kas yang mencapai puluhan juta.
Akan tetapi walaupun dengan jumlah kas infaq shodaqoh yang sebegitu mantab, ternyata tidak menjamin berbanding lurus dengan kualitas TPQ yang berada di masjid tersebut.
Normalnya dengan kas yang menurut saya lumayan banyak, seharusnya bisa mengelola dengan mumpuni suatu lembaga TPQ.
Akan tetapi kenyataan yang pernah saya pergoki TPQ nya hanya di ampu oleh seorang guru wanita dengan puluhan santri. Disayangkan kenapa tidak ada penambahan guru atau sarana prasarana belajar mengajar.
Pengajar atau ustadz TPQ yang bersifat sukarela atau bisyarah yang memprihatinkan
Walaupun mengajar TPQ merupakan kegiatan memberikan pendidikan bekal anak membaca alquran yang identik dengan ibadah, akan tetapi bagi guru diperlukan adanya pengikat sebagai tanggungjawab mengajar.
Jika bermodal gratisan dan tanpa ada ikatan gaji atau bisyarah yang memper (layak), maka akan kesulitan bagi pengurus atau pengelola TPQ untuk menegur pengajar jika leda lede, telat mulang, tidak masuk dan lain sebagainya.
Lha gratisan, mau minta kualitas dan tanggungjawab bagaimana?
Kurangnya pengajar dibanding jumlah santri
Sebenarnya minat orang tua memasukkan anak ke pendidikan yang bersifat agama pada akhir-akhir ini termasuk meningkat.
Salah satu indikasi adalah berkurangnya siswa SD Negerai dan meningkatnya peminat sekolah Islam dan Madrasah Ibtidaiyah.
Berlaku pula untuk TPQ. Karena kekhawatiran orang tua terhadap anak yang hanya bermain hape dirumah tidak mau keluar, atau bermain diluar rumah ke lokasi yang tidak terkontrol, menjadikan TPQ adalah kegiatan positif sekaligus sebagai proteksi anak serta sarana bersosialisasi dengan teman di dunia nyata.
Apesnya, jumlah sukarelawan pengajar dengan santri yang tidak sebanding. Menjadikan KBM tidak berjalan maksimal dan tidak tercapai target atau minimal anak kelas 6 SD sudah lancar membaca huruf arab hijaiyah dan hafal sampai surat ad dhuha.
Jika guru keluar, tidak ada yang menggantikan
Saat ini masih banyak TPQ yang awalnya berjalan dengan rutin, tiba tiba surut dan mati.
Menelisik hal tersebut, ternyata umumnya terjadi bukan karena ketiadaan santri. Ketidaktersediaan guru lah yang sering mengakibatkan TPQ mati suri dan hanya aktif pada saat puasa bulan ramadhan.
Penyebab ustadz ustadzah tidak melanjutkan mengajar yang umum terjadi karena,
- menikah,
- melanjutkan kuliah,
- dapat pekerjaan tetap ,
- pindah rumah.
Kompetensi pengajar yang belum mumpuni
Dengan kondisi pengajar yang bersifat sukarela, maka banyak kejadian bekal mengajar dan keilmuan ustadz ya seadanya.
Kurang matang dalam metode maupun penataan serta jam terbang kegiatan belajar mengajar. Dampak yang dirasa berupa kualitas lulusan santri yang tidak maksimal serta manajemen TPQ yang acakadut.
Tuntutan tinggi orang tua tidak sebanding dengan kesulitan guru mengajar
Dikala mudik kerumah orang tua, saya pernah mendengar kritik dari orang tua murid atau santri (akan tetapi saya ragu juga sih dia ngoyak-oyak anaknya untuk belajar di TPA) yang mengatakan bahwa anak anak tidak ada peningkatan, dari dulu hanya itu-itu saja. Sampai setahun para murid belum bisa mengaji.
Sepertinya memang apa yang dikatakan pengkritik itu ya ada benarnya juga karena kondisi memang mirip mirip.
Akan tetapi gambaran pada saat itu adalah 2 orang ustadz ustadzah mengampu 60 an santri siswa dengan latar belakang kelas sekolah yang bermacam macam.
Mulai TK bahkan belum sekolah, kelas 1, 2, 3, 4, 5, 6, SD bahkan ada beberapa anak SMP yang mengaji disimak oleh pengajar.
Dan satu lagi, TPQ nya bersifat gratis. Bisa jadi kalau guru mendengar kritikan dari orang tua tersebut menjadi nelongso.
Sudah tidak ada kontribusi keuangan dari orang tua, kalo ngomentari seenaknya.
Tidak ada komite TPQ
Bisa jadi TPQ tidak terurus rapi karena ketiadaan komitee dari orang tua, jika pengurus TPQ atau guru bisa menghidupkan komite TPQ, dan ketua komite adalah orang yang baik dan bertanggungjawab, dimungkinkan akan dipikirkan biaya serta penambahan guru dan kesejahteraannya guna keberlangsungan kegiatan belajar mengajar dan bisa menjembatani antara pengurus TPQ dengan takmir masjid.
Kurang kesadaran orang tua terhadap pendidikan anak di TPQ
Walau ada peningkatan kesadaran pendidikan agama, tidak dapat ditutupi bahwa banyak juga terjadi ketidakpedulian orang tua dan anak terhadap kebutuhan beragama.
Hal ini sering menjadi pengaruh buruk bagi santri yang lain.
Bisa dirasakan bagaimana orang model begini mempunyai mulut tajam dan lidah bagai sembilu jika mengomentari orang sholat yang melakukan kesalahan.
11 12 dengan orang tuanya, umumnya sang anak juga bersifat tidak jauh seperti itu, mempengaruhi anak anak TPQ dan memberikan julukan julukan yang tidak enak serta mengejek dan perbuatan lain yang menjatuhkan pede anak-anak untuk sekolah di TPQ.
Pendidikan di sekolahan formal yang melelahkan
Tuntutan pendidikan saat ini bisa dikatakan tinggi, baik dari segi nilai kelulusan dan jumlah waktu belajar di sekolahan.
Hal ini menjadikan tenaga dan semangat untuk belajar mengaji hanyalah sisa sisa dari pendidikan di sekolah umum. Dilain pihak juga adanya kebijakan Jokowi yang membolehkan sekolah 5 hari menjadikan anak-anak semakin tidak ada tenaga dalam mencari ilmu agama.
Karena waktu dan semangat yang sudah terforsir pada sekolahan. Mau belajar agama full di hari sabtu? Halah tangeh lamun.
Menjamurnya les pelajaran umum
Sudah kebijakan membolehkan 5 hari kerja, menjamur pula les les pelajaran umum yang bayarannya mencapai ratusan ribu setiap bulan. Sampai saat ini saya belum mendengar ada SPP TPQ yang mencapai ratusan ribu.
Dengan budaya material yang melanda saat ini, banyak sekolah privat mahal yang laku. Orang tua menyadari bahwa pendidikan agama adalah penting.
Akan tetapi mengingat tuntutan sekolah dalam nilai dan untuk bekal masa depan, banyak yang akhirnya memilih les privat dibandingkan sekolah TPQ untuk mengisi kegiatan belajar anak di waktu sore hari.
Perhatian Pemerintah yang minim
Di salah satu kabupaten di Jawa Tengah, kuota bantuan operasional TPQ sebanyak 15 juta untuk 13-14 lembaga TPQ.
Sedangkan umumnya dalam satu kabupaten lembaga TPQ berjumlah ribuan. Selain itu pemerintah juga menuntut TPQ untuk mendaftarkan secara online lembaga lembaga keagamaan.
Bayangkan berapa banyak pulsa data guna keperluan ini.
Kalau yang mendapat bantuan sih lumayan ada pelipur lara mengisi data emis. Bagi lembaga yang tidak pernah mendapat bantuan? Kata operator dari Kabupaten Pati, minimal 10 menit mengisi 1 data santri (dan itu tanpa dilakukan jeda menulis secara stabil).
Ilustrasi waktu entry data emis TPQ
Coba bayangkan kalau anda punya 100 anak didik. 10 menit x 100 = 1.000 menit. 1.000/60=16,6 jam.
Maka waktu yang diperlukan guna mengentry 100 santri adalah minimal 16,6 jam dengan catatan server lancar, tidak ada jeda mengetik, tidak diselingi minum, data lengkap (dan ini adalah waktu minimum).
Itulah beberapa situasi dan keadaan dimana membuat lembaga TPQ menjadi stagnan tidak ada perubahan dan peningkatan dalam hal kualitas secara lembaga dan lulusannya.
Tidak semua lembaga TPQ mengalami hal ini, tapi sepertinya tidak sedikit pula yang pernah merasakan situasi diatas. Jika ada saran kritik tambahan serta pengalaman silakan dituliskan di kolom komentar
Salam revolusi mental
Tinggalkan Balasan