curhatan anak pesantren. Kemarin saya ngobrol dengan alumni pondok pesantren yang anaknya juga di pondokkan alias mondok pada salah satu lembaga pendidikan yang ada di Kabupaten Sukoharjo.
pontren.com Saya juga berkirim whatsapp dengan santri putri alumni ponpes yang sama dan anak laki-lakinya belajar pada pondok pesantren.
Ndilalahnya kedua anak ini yang ibunya juga mengenyam pendidikan di pondok pada krasan belajar di ponpes.
Dasar teman semasa SMP, jadi pada saat nanya serius apa yang menjadi kagalauan sang anak di pesantren malah dia menyampaikan sebuah berita.
Beritanya dia sedang membuat lemet. Info berita dan lanjut pertanyaannya seperti ini”
Eny (Sebut saja namanya Eny Arofah) dari Tanijiron Berkata “ Rak Takon tutorial buat lemet? Aq LG gawe lemet. Saya jawab saja, “Tulisen, atau mbok video, tar tak upload nyA.
Balik lagi ke cerita curhat anak pesantren.
Meskipun begitu, ada hal yang lumayan menjadi sambat atau kegalauan anak pesantren saat mondok. Kira kira yang lain juga sama seputar itu curhatan santri di Pesantren.
Emangnya apa saja?
Baiklah berikut kami sarikan beberapa hal yang sering menjadi curhat santri yang mondok (yang anaknya krasan ya). Kalau tidak kerasan biasanya memiliki cara kabur dari pesantren ala santri kaburan.
Tidak Bisa Main Hape
Wah ini sih melanda semua (saking banyaknya ya) manusia, jadi mati gaya kalau tidak pegang hape. menjadi curhatan anak pesantren yang berpisah dengan ponsel kesayangan.
Makanya sang anak yang mondok ini menceritakan tentang galau dirinya kalau berada di pondok pesantren tidak bisa bermain ponsel pintar, baik itu android ataupun iPhone.
Mayoritas pondok pesantren utamanya jenjang pendidikan setingkat SMP maupun SMA biasanya memberlakukan aturan larangan santri membawa telepon.
Apabila konangan atau ketahuan biasanya disita oleh pengurus.
Dan naasnya akan dihancurkan didepan santri yang berkumpul. Biasanya eksekusi selesai melaksanakan jamaah salat di Masjid.
Ada banyak yang menyesalkan kenapa gawai elektronik in dihancurkan, tidak disumbangkan kemana gitu lebih bermanfaat. Utamanya apabila ada yang mengunggahnya pada media sosial atau pada status whatsapp dan kemudian viral.
Tentunya ada berbagai pertimbangan mengapa gawai baik ponsel ataupun elektronik lainnya tidak disumbangkan ke suatu lembaga atau yang membutuhkan namun malah dimusnahkan dengan berbagai cara yang lumayan bikin berasa menelan lemet ini.
Skip ajalah antara melenyapkan hape dengan menyumbangkannya ke pihak yang berwajib, eh salah yang memerlukannya. Sudah diluar pembahasan mengenai pembahasan curhatan santri.
Banyak Mata Pelajaran
Yang pernah belajar di pesantren tentu merasakan hal ini. Jadi mata pelajaran pesantren lazimnya lebih banyak daripada sekolah umum ataupun madrasah.
Adapun kenapa mapel ponpes lebih banyak dibandingkan dengan sekolah umum maupun madrasah biasa yaitu adanya pelajaran tambahan kepondokan atau kepesantren.
Contoh pelajaran di pesantren yang tidak ada pada sekolah umum misalnya yaitu, insya’, suatu mata pelajaran mengarang namun menggunakan bahasa Arab.
Kemudian imla’ yaitu belajar menulis huruf arab namun dengan cara menyimak guru atau yang menyampaikan secara lisan, kemudian lanjut para santri menuliskannya pada buku tulis.
Contoh lainnya yaitu pelajaran muhadatsah atau conversation, materi pelajaran praktek percakapan bahasa asing (biasanya Arab dan Inggris) yang memang anak-anak praktek langsung berbicara menggunakan kedua bahasa ini.
Juga ada mata pelajaran lain berupah hafalan, baik itu surat pendek, al-Qur’an, hadits-hadits dan juga menghafal mahfudzot, yaitu pelajaran tentang pepatah dalam bahasa Arab, misalnya man jadda wajada dan sebagainya.
Curhatan anak Pesantren, Banyak Hafalan
Zaman dulu saat saya aliyah, salah satu pengajar yang pernah mengenyam pendidikan di Al Azhar menyampaikan bahwa orang Indonesia memang dalam hal kemampuan hafalan masih berada dibawah orang Arab (secara umum ya….)
Nah, anak-anak pesantren biasanya curhat bahwa banyak hafalan yang harus mereka hafalkan.
Karena lazimnya akan ada pengetesan pada saat jadwal telah tiba hafalannya sampai dimana. Kalau belum hafal resikonya tentu nilai yang tidak bagus dan apesnya bisa mendapatkan iqob dari yang mengajar.
Biasanya pelajaran hafalan seputar tahfidz surat pendek atau juz berapa gitu, kemudian mata pelajaran al-Qur’an Hadits, kosakata Bahasa Arab dan Inggris (mufrodat & vocabularies).
Juga pelajaran yang berkenaan dengan bahasa Arab (mutholaah yaitu menelaah suatu cerita, mahfudzot yaitu pepatah menggunakan Bahasa Arab, serta pelajaran Nahwu (grammar) dan sharaf).
Kesibukan yang Luar Biasa (Jadwal Kegiatan Padat)
Santri pondok pesantren mempunyai jadwal kegiatan yang sudah rutin.
Mulai dari pagi hari sebelum matahari muncul menampakkan wajahnya (cie-cie puitisnya) sudah ada jadwal kegiatannya.
Misalnya yaitu pertama kali kegiatan adalah salat jamaah subuh di masjid, kemudian lanjut dengan tadarus.
Selesai tadarus ada juga pesantren yang menerapkan penambahan kosakata bahasa asing atau praktek berbicara menggunakannya (muhadatsah/conversation).
Kemudian selesai ngaji anak-anak balik ke kamar untuk persiapan sekolah. Ada yang (antri) mandi, belajar, nyuci baju, persiapan sekolah, sarapan.
Adapula yang memanfaatkan waktu sempit ini untuk menyalurkan hobi olahraga semisal pingpong atau badminton (kebanyakan pesantren mempunyai fasilitas olahraga untuk santrinya).
Umumnya santi sarapan pada ruangan atau dapur umum, intinya ruangan tertentu.
Untuk pesantren dengan fasilitas tenaga masak, maka para santri tinggal makan saja tanpa repot memasak, tapi ya kuwi, biasane kudu antri saking banyaknya anak didik yang belasajr di pesantren, ratusan orang, bisa juga mencapai ribuan.
Lama tidak pulang ke Rumah (curhatan anak pesantren)
Nah ini merupakan salah satu cerita santri putri yang asalnya dari Riau. Sekarang anaknya sudah menjadi dokter spesialis penyakit dalam dan tinggal di Jambi.
Jadi dia mondok di pesantren selama 6 tahun. Semenjak SMP sampai dengan lulus SMA.
Selama enam tahun mondok, sepertinya pulang kerumah Cuma dua kali saja.
Jadi dia melewatkan liburan lebaran beberapa kali karena jarak pesantren yang jauh dari rumahnya. Asalnya dari Riau dan dia mondok di wilayah Jawa Tengah, tepatnya di Kabupaten Sukoharjo.
Bisa jadi dia mbrebes mili saat lebaran di pesantren membayangkan teman-temannya yang bersama keluarga kumpul namun dia tetap berada di pesantren karena tidak pulang ke rumahnya.
Jadi rasa kangen kepada keluarga juga merupakan salah satu hal yang membuat baper. Biasanya pada saat awal berada di pesantren.
Namun dengan berlalu waktu dan semakin beranjak meremaja, perasaan kangen adakalanya luntur karena keasyikan bermain dan bercengkerama dengan para rekan dan temannya.
Apalagi nanti kalau sudah lulus dan berpisah jarak dengan para teman-teman, rasa ingin berkumpul kembali merasakan suasana pesantren yang bikin kangen.
Bahkan menurut riwayat seorang santri putri yang dulu tidak krasan di pesantren, tetap saja saat sudah tumbuh dewasa, memiliki pekerjaan, beranak pinak masih merasakan kangen dengan suasana di pesantren. berkumpul dengan alumni merupakan suatu anugerah yang adakalanya tidak bisa diukur dengan materi.
Itulah sekilas mengenai curhat cerita anak pondok pesantren yang dalam kondisi krasan mondok. Tentunya yang tidak krasan mempunyai ratusan alasan untuk bercerita dengan berbagai kekesalan dan ketidakkuatan berada di ponpes.
Jika anda membaca sampai tulisan ini kami ucapkan terima kasih karena betah memelototi seribu (iya 1000) kata. Akhirnya maturnuwun, salam kenal dan wassalamu’alaikum.