Mengajar itu Barakah nya, Kalau dihitung secara Ekonomi Niscaya Tidak Sampai, suatu tulisan karena inspirasi dari statemen kiai yang ada di Kampung lereng gunung Lawu Karanganyar.
Mencari barakah mengajar dan tidak sampai nya kalkulasi matematis dan ekonomi terhadap perhitungan manajemen antara gaji, profesionalisme dan kebutuhan rumah tangga.
Pada suatu pagi sekitar jam sembilan saat momong anak berusia kisaran lima tahun, ada pesan whatsapp dari seorang teman. Pesan tersebut menanyakan apakah memiliki nomor telfon adik kelas yang bernama parno.
Saya diberitahu bahwa saat itu sedang ada kegiatan daurah di masjid agung suatu kabupaten dan melihat parno sedang duduk bebrapa baris di depannya.
Kemudian saya kirimkan kontak adik kelas dimaksud lewat aplikasi perpesanan yang bernama whatsapp.
Setelah bercanda terkait peserta dan nara sumber kegiatan dauroh, beliau memberi kabar bahwasanya mulai tahun ini ingin mengajar. Alhamdulillah juga pada tahun ini mulai mengajar di pendidikan diniyah salah satu pondok yang terletak di boyolali. Dalam percakapan terkait kegiatan mengajar, kurang lebihnya seperti ini :
Taqi Sr. : ini aku di masjid agung ikut dauroh, kayake lihat parno di depan, mewakili instansi kayake
Aku : ooo, begitu ceritanya, aku jagong manten kie. Sampean dadi nara sumber?
Taqi Sr : ora, peserta wae 😀
Aku : Kapan dadi nara sumber?
Taqi Sr : Nek mbok undang wae. Iki aku rekak e mulang. Doakan wae bisa istiqomah, melu melu mulang nang pondok
Aku : amiin. Mulai kapan? Mulang matematika?
Taqi Sr : baru mulai kemarin, ngajar diniyah, akhlak
Aku : UMR mesthi, upah minimum regional
Taqi Sr : Mulang ki barokah e, nek mikir upah ora nyampe, penting barokahe mas bro
Aku : sippp
Itulah sekelumit inspirasi dan korelasi antara mengajar pada lembaga pendidikan keagamaan antara upah, barakah dan niat serta kesungguhan hati.
Karena secara umum, bisyarah atau uang lelah mengajar pada pondok pesantren atau TPQ termasuk madrasah diniyah umumnya jauh dari UMR. Untuk beberapa pondok pesantren terkenal pun baru akan mencapai UMR (artinya masih di bawah UMR).
Pada kenyataan yang ada, secara kalkulasi masih terbilang kurang untuk perjalanan perekonomian dalam keluarga. Adlam fakta ternyata para pengajar masih bisa menjalankan roda perekonomian walau dengan keterbatasan yang bermacam macam kondisi.
Komentar anak pengusaha terkait korelasi antara banyak harta dan kebahagiaan
Sudah menjadi keumuman di kalangan khalayak bahwasanya jumlah harta kekayaan termasuk menjadi tolak ukur kebahagiaan dan ketenangan jiwa.
Akan tetapi yang namanya umum, pada kasus kasus tertentu ada pengecualian. Dengan begitu tidak sedikit pula orang berharta yang tidak dapat menikmati kebahagiaan
Dikisahkan di negeri Jiran Malaysia terdapat seorang anak gadis yang diancam oleh orang tuanya akan dikeluarkan dari daftar ahli waris.
Pencoretan terkait kemauan anak untuk menikah dengan seorang pria. Akan tetapi orang tua dari anak gadis tersebut tidak merestui karena satu dan lain hal.
Bukan surut karena ancaman pencoretan sebagai ahli waris, sang anak tetap melaju untuk menikah dengan pria idaman walau resiko dicoret dari daftar ahli waris.
Jangan dikira warisan yang akan diperoleh adalah berjumlah ratusan juta, akan tetapi sang ayah yang bernama Khoo Kay Peng merupakan pengusaha kelas kakap dengan asset dan harta mencapai 3,5 Triliun rupiah. (bayangin duitnya saja sudah susah seberapa lembar kalo dalam uang lima puluh ribuan).
Wanita tersebut bernama Angeline Francis Khoo yang memutuskan melepas hak sebagai ahli waris supaya bisa menikah dengan Jedidiah Francis, teman kuliahnya di Oxford.
Salah satu kutipan pernyataan Angeline Francis Khoo yang saya ingat adalah (kurang lebihnya begini)
Jika uang menjamin kebahagiaan, niscaya orang tua saya tidak akan bercerai.
Yup. Orang tua Angeline memang bercerai walaupun orang tuanya bergelimang harta. Kenapa bercerai? Apakah ibunya tidak cantik sehingga diceraikan oleh ayahnya?
Jangan salah. (mantan) istri dari Khoo Kay Peng adalah mantan ratu kecantikan Malaysia. Mantan istrinya bernama Pauline Chai.
Karena perceraian tersebut si Pauline Chai mendapatkan kompensasi yang nilainya begitu besar. Bahkan menjadi rekor sejarah adlam gugatan perceraian. Tepatnya senilai 64 juta euro. Kalau di kurs kan ke dalam rupiah mencapai Rp. 1,1 Triliun.
Sumber : bbc.com/indonesia
Begitulah terkait tulisan korelasi harta, barakah dan kebahagiaan. Sebagai wujud syukur di whatsapp seorang teman yang sedang dauroh di Masjid yang jaraknya 4 km dari rumah saya.
Udah gitu aja.