Rindu anak di pesantren 15 menit ketemu, perjalanan Solo – Cirebon rutin setiap bulan dalam rangka seorang ayah menjenguk puterinya yang belajar pada salah satu pondok pesantren di Surakarta, tepatnya berada di Gonilan Sukoharjo.
pontren.com – assalaamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh, bagi anak yang berada pada pondok pesantren ada yang merasa rindu dengan orang tuanya.
Adapula yang sudah berbaur dengan rekan-rekannya sehingga kerinduan menjadi terobati.
Mereka tidak membayangkan bahwasanya orang tuanya yang berada dirumah juga memiliki perasaan yang sama, merindukan ananda putra putrinya yang berada pada penjara suci (istilah beberapa santri).
Tempuh Perjalanan Cirebon – Solo hanya untuk bertemu 15 Menit
Nah hal ini sebagaimana kisah seorang santri putri yang berasal dari Cirebon Jawa Barat, yang setiap bulan mendapatkan kunjungan bersua dengan papanya. Meskipun setiap pertemuan hanya 15 menit saja.
Kenapa hanya lima belas menit saja waktu untuk bertemu?
Kenapa tidak berlama-lama untuk ngobrol dengan anak perempuannya?
Hal ini berkaitan dengan jadwal perjalanan kereta dan juga pekerjaan sang papa yang memaksa harus berpacu dengan waktu agar bisa naik kereta dan balik lagi ke Cirebon.
Hal ini berlangsung selama 6 tahun, mulai sang anak kelas 1 MTs sampai dengan lulus pada saat kelas 3 SMA.
Kesabaran dan ketelatenan serta sayangnya orang tua ini biasanya akan lebih berasa saat anak yang berada pada pondok pesantren telah dewasa dan berkeluarga, utamanya memiliki anak baik putra maupun putri.
Mereka merasakan kasih sayangnya orang tua dan bagaimana orang tua begitu meluangkan waktu untuk mengunjungi anaknya. Sang buah hati yang menjadi santri pondok pesantren dengan lokasi yang jauh dari rumah.
Memakan waktu, biaya, serta persiapan untuk mendatangi sekedar menjenguk anak untuk ngobrol, melihat keadaan dan membawakan makanan kesukaan sang anak.
Rindu anak di Pesantren 6 tahun pulang 3 kali
Adalagi kisah seorang santri putri yang saat ini telah menjadi dokter spesialis penyakit dalam dan bekerja pada rumah sakit di Jambi.
Dia berasal dari Riau dan mondok pada pesantren Solo selama 6 tahun.
Keterangannya selama mondok dia hanya 3 kali bisa pulang mengunjungi rumahnya.
3 kali lebaran tidak bisa mudik berkumpul dengan keluarganya bukan karena wabah corona, tetapi memang jarak lokasi yang jauh (Solo—Riau). Tentunya juga memakan biaya yang tidak sedikit bagi sebagian orang.
Mungkin saja sang anak hanyut akan kerinduan dirinya kepada orang tuanya dan dia tidak menyadari (tepatnya belum sadar) bahwasanya yang merindu bukan hanya dia. Tetapi orang tuanya juga lebih merindukannya.
Alhamdulillah saat ini sudah ada gadget yang memakai audio visual. Bisa bercakap cakap sekaligus melihat wajah sang anak sebagai pengobat rindu.
Pada masa dahulu, telefon hanya milik beberapa orang dan biayanya pun untuk ngobrol beberapa menit interlokal lumayan puluhan ribu.
Meskipun begitu, jika tidak bersua secara langsung, tetap saja rasa rindu dan kangen anak di pesantren susah obatnya. Meski kalau kumpul kadang malah diomeli dimarahi dan saling beradu argumen.
Nah itulah kisah 2 orang santri putri yang cantik dan saat ini telah berkeluarga dan memiliki momongan.
Yang satu menjadi guru PNS pada SD Negeri dan satunya lagi menjadi Dokter Spesialis pada rumah sakit Daerah di Jambi.
Semoga saja kerinduan para orang tua terobati dengan kesalehan putera puterinya yang berada di pesantren. Serta sukses menjadi manusia yang berguna dunia dan akhirat serta membanggakan kedua ortunya. Wassalaamu’alaikum.