Guru Pengelola Rumah Tahfidz harus bersyahadah atau ijazah yang jelas? Itulah yang ada pada benak saya mendengar desas desus lembaga RTQ (Rumah Tahfidz Al-Qur’an) yang hendak mendaftarkan ke Kemenag untuk mencari dan mendapatkan nomor statistik.
pontren.com – assalaamu’alaikum, sudah lama tidak menulis mengenai lembaga pendidikan al-Qur’an, alasannya sih karena memang bahan tulisannya yang saya rasa sudah saya tumpahkan pada blog ini, nyaris semua yang saya ketahui.
Namun semalam (13 Januari 2022) ada sesuatu yang menarik untuk mencoba saya analisa.
Yaitu situasi dimana pengelola rumah tahfidz (guru/kepala/yang mandegani) lembaga RTQ ini seharusnya atau harus atau boleh saja tidak memiliki syahadah yang jelas.
Apa sih syahadah yang jelas?
Secara gamblangnya dalam desas desus ini memberikan contoh ijazah syahadah tahfidz dengan sanad yang jelas yaitu berasal dari pesantren yang mumpuni misalnya dari pesantren dengan sanad jelas semisal KH. Arwani Kudus, Al Munawwir dan lain-lain.
Apa dampaknya jika hal ini di berlakukan?
Tentunya lembaga akan tidak lolos mendapatkan nomor statistik LPQ untuk rumah Tahfidznya.
Sekarang mari kita mencoba menganalisa situasi yang ada ini
Bersanad yang jelas seperti yayasan yang Bonafide
Hal yang sama saya melihat bahwa situasi syahadah bersanad yang jelas ini menjadi wilayah abu-abu sebagaimana syarat yayasan berbadan hukum yang jelas.
Yaitu tidak ada kejelasan batasan sanad yang jelas sebagaimana maksud yayasan berbadan hukum yang jelas.
Tentu akan memudahkan JFU yang mengurus (izin rumah tahfidz al-Qur’an RTQ) pada Kabupaten atau kota apabila ada list atau daftar lembaga yang memiliki sanad yang jelas.
Sayangnya jangankan daftar pesantren dengan sanad yang jelas, untuk yayasan berbadan hukum yang bonafide pun sampai saat ini yang memberikan ketentuan ini juga tidak mengeluarkan daftarnya.
Jadi kalau bertanya atau konsultasi kemungkinan ugemannya atau pegangannya pokoknya “Yayasan yang Bonafide” atau lembaga pesantren “dengan sanad yang jelas”.
Kalau sudah ada ukara “pokoke” tentu menyusahkan yang berhadapan langsung dengan masyarakat.
Yang kedua, perihal pengelola bersertifikat dengan sanad ijazah jelas ini juga tidak ada cantumannya dalam standar guru pengajar pada TPQ atau setidaknya belum ada.
Karena dalam juknis tersebut menyebutkan bahwa ketentuan standar guru pengajar TPQ atau LPQ akan diatur dengan SK Dirjen yang lain.
Wis setahun mbuh kapan metune bahkan mungkin ganti pejabatnya juga belum yakin kita mengetahui akan muncul.
Sebagaimana kisi-kisi ujian LPQ yang sudah di ekspose akan dibuat namun belum muncul batang kertasnya juga sampai saat ini (atau setidaknya saya yang kuper tidak tahu).
Guru mau mulang wae wis apik
Kalau anda mau terjun ke wilayah pedesaan atau agak dalam, bukan pada perkotaan (bahkan kota pun bisa saja terjadi) kebanyakan guru yang bersedia mengajar memang sangat perlu mendapat acungan jempol.
Kenapa?
Banyak yang memang ikhlas mengajar, tidak ada bayarannya, misalnya ada bisyarah pun sepertinya ala kadarnya saja.
Dan tentunya kemampuan mereka berbeda beda.
Gak usah jauh-jauh, saya sebenarnya hendak membikin rumah tahfidz di mushalla dekat rumah saya.
Angan saya sekedar rileks rileks saja nanti sambil mendampingi anak belajar materi pembelajaran sehari hari yang bisa saya bantu semisal belajar membaca huruf, matematika dasar, basic arabic and english.
Nah sebelum mendampingi anak-anak mengerjakan PR ini harapan saya ada hafalan untuk menambah tahfidz santri.
Tidak ada pembelajaran yang lain.
Kenapa hanya tahfidz?
Karena pada sore hari anak-anak sudah TPQ, saya waktu luangnya memang ba’da magrib. Abis salat langsung kegiatan mengajar.
Kalau ada syarat bersyahadah dari pesantren atau tokoh yang sudah kondang, tentunya saya ngglewang, lha tidak punya ijazah tahfidz, hafalan saya pun juga relatif sedikit.
Syahadah ecek-ecek biasa pun saya tidak punya, apalagi syahadah yang jelas dari lembaga bonafide.
Saya yakin bukan hanya saya saja yang menjadi rendah diri dan tidak pede mengajar karena tak berijazah.
Ada ratusan guru yang bernasib seperti saya.
Misalnya saat sedang menyimak santr hafalan, tetiba ada orang yang menyapa, opo sampean duwe syahadah?
Respon saya yo paling diam saja dan sesuk ora mulang maneh. Isin tho yo.
Masalah lanjutan yaitu apakah yang memberikan syarat ini menyediakan guru pengganti apabila ada pengajar atau pengelola yang mundur karena persoalan syahadah?
Nek ora ono, bisa bubar lembaganya.
Nek bubar dadi amalan jariyah sik marai bubar yak e lho yaaa… yak e…..
emang mau ngasih gaji berapa?? bikin syarat kok angel timen
Oh iya satu lagi, nek memange gurunya pada bersyahadah sesuai keinginan mereka, trus mereka wani mbayar piro? Berani menggelontorkan dana berapa banyak?
Jadi ingat dahulu kala ada banyak orang yang membela bacaan kiai kondang dari Madura atau darimana asalnya.
Kemanakah orang orang ini apakah juga akan membela mengenai syahadah jika berlaku secara misterius atau di undangkan?
Wallahu a’lam.
Lanjutnya, tidak semua yang berijazah lembaga kondang ini mau mengajar dan turun terjun mengelola lembaga rumah tahfidz.
Apalagi tokoh kondang, jarang terjun langsung mulang mengajar, kalau ada memang ada, namun hanya berapa persen dari total jumlah keseluruhan guru?
Karena kalau kita mengamati, para jagoan bidang agama yang ahli dan dalam ilmu tajwid nahwu sharaf jarang yang menjadi guru TPQ secara rutin masuk mengajar. Itulah faktanya atau setidaknya opini saya pribadi.
Yang mau mengajar adalah mereka yang ikhlas mau berbagi ilmu yang mereka punya, sedikit atau banyak ya tetap jalan saja sebisanya.
Dari segi ekonomi, kebanyakan orang biasa bahkan bukanlah orang kaya. Wong sugih jarang nduwe wektu lan gelem mulang TPQ.
Dampak positif
Tidak selamanya pemberlakuan ini dampaknya buruk.
Ada dampak positif yang didapatkan yaitu apabila lembaga dalam mengajukan izin pengelolanya harus memiliki syahadah tahfidz yang jelas maka nanti RTQ yang memiliki nomor statistik akan memiliki kualitas yang bagus dalam hal pengelola dan gurunya.
Keberadaan pengajar dengan standar dan ijazah lembaga bonafide tentu akan lebih jago dan canggih dalam transfer ilmu kepada santri.
Juga kebenaran bacaan yang sudah mantab dan hebat karena keberadaan ijazah yang bonafide ini.
Terlepas dari hal ini, dalam juknis sepertinya juga tidak mencantumkan syarat keberadaan ijazah tahfidz dari lembaga atau tokoh yang terkenal.
Logikanya, selama syarat pendaftaran lengkap sebagaimana permintaan dan aturan pada juknis, maka pihak pemberi izin seharusnya segera memprosesnya supaya pelayanan prima dan transformasi layanan umat berjalan sebagaimana mestinya.
Jangan ada prasangka masyarakat bahwa pemangkasan birokrasi mempercepat pelayanan perizinan ternyata tidak berlaku dalam mengurus izin pesantren (dulu cukup di Kabupaten saja, sekarang nyatanya sampai ke Jakarta).
Apalagi jika nanti ada yang tidak mengeluarkan izin nomor statistik rumah tahfidz karena pengelolanya tidak memiliki ijazah atau bersyahadah yang jelas dari lembaga yang bonafide (ukuran bonafide pun tidak ada yang memberikan batasannya seperti apa dan bagaimana).
Itulah igauan saya sore ini. Mengigau sekenanya melihat fenomena issue yang berkembang pada grup whatsapp.
Mestinya selama belum ada surat edaran resmi syarat tambahan maka persyaratan masih tetap sebagaimana biasanya. Wilujeng sonten, wassalaamu’alaikum.