Pada tahun 2021 Kementerian Agama melalui Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam membuat surat edaran tentang pernikahan dalam masa idah istri.
pontren.com – assalaamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu, surat edaran ini sebagai pedoman dan juga petunjuk pelaksanaan pencatatan nikah bagi laki-laki bekas suami yang akan menikah dengan wanita lain dalam masa idah istrinya.
Dengan begitu maka surat edaran Dirjen Bimas Islam ini menjadi pedoman dan juklak bagi KUA (Kantor Urusan Agama) dalam ketentuan pendaftaran nikah bagi duda yang (mantan) istrinya masih dalam masa iddah.
Ada 5 poin pokok dalam surat edaran ini yaitu;
Pertama, pencatatan nikah pria atau wanita dengan status janda atau duda cerai hanya dapat dilakukan apabila yang bersangkutan sudah bercerai dengan bukti akta cerai dari Pengadilan Agama yang telah inkrah;
Kedua, Ketentuan masa iddah istri karena peceraian adalah waktu bagi kedua pihak untuk memikirkan ulang dan membangun kembali rumah tangganya yang berpisah karena perceraian;
Ketiga, Laki – laki bekas suami bisa menikah dengan wanita lain apabila iddah bekas istrinya telah selesai;
Keempat, Jika bekas suami menikah dengan wanita lain dalam masa iddah maka hal ini memiliki potensi poligami terselubung karena adanya kesempatan merujuk beka istrinya.
Kelima, Apabila terjadi bekas suami telah menikahi wanita lain pada saat istrinya masih dalam masa iddah, sang suami hanya dapat merujuk bekas istrinya setelah mendapatkan izin poligami dari pengadilan.
Jadi prinsip dalam ketentuan ini bahwasanya seorang duda cerai bisa menikah lagi dengan perempuan lain apabila masa iddah istrinya telah selesai.
Syibhul Iddah di Indonesia untuk menghindari Poligami Terselubung
Syibhu artinya adalah serupa, mirip serupa. iddah adalah masa penantian, masa tenggang, atau masa penantian.
Dengan begitu maksud dari syibul idah adalah seperti menunggu (masa ‘iddah).
Jadi secara singkatnya maksud dari syibhul ‘iddah adalah masa penantian laki-laki yang diceraikan, di mana perempuan yang diceraikan masih memiliki iddahnya sendiri.
Istilah syibhul iddah bukanlah istilah yang baru. Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab Fiqih Islam Wa Adillatuhu melakukan pembahasan dalam hal ini.
Wahbah Zuhaili dalam kitabnya ini menulis seperti ini;

Apakah laki-laki memiliki masa ‘iddah? Laki-laki tidak memiliki masa iddah dengan pengertian istilah.
Jadi secara teknis, tidak ada masa iddah bagi seorang laki-laki atau duda cerai.
Menurut wahbah Az Zuhaili bahwasanya bisa saja seorang dudai cerai menikah lagi dengan perempuan lain sesaat setelah bercerai selama tidak ada penghalang syariat.
Contoh misalnya penghalang syariat yaitu; menikah dengan perempuan yang dia poligamikan dengan istrinya yang dia cerai dan masih dalam masa iddah, seperti saudara kandung mantan istri, dan lain sebagainya.
Contoh lain penghalang nikah saat istri dalam masa iddah misalnya mengawini istri yang kelima pada masa iddah istri yang keempat yang dia ceraikan, sampai selesai masa iddahnya.
Atau menikahi istri yang ditalak tiga sebelum dia kawin dengan lelaki yang lain.
Pendapat ini dapat anda cermati dalam Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Penerjemah, Abdul Hayyie al- Kattani, dkk ; penyunting, Budi Permadi, (Jakarta: Gema Insani, 2011), hlm. 536.
Jadi keberadaan syibhul iddah ini karena adanya keberadaan penghalang secara syar’i (mani’ syar’i).
Adaptasi kedalam hukum pernikahan di Indonesia, selanjutnya yang menjadi penghalang menikah dengan wanita lain selama (bekas) istri dalam masa iddah adalah potensi poligami yang terselubung.
Kemudian di Indonesia, untuk menghindari poligami terselubung kemudian muncullah Surat Edaran Dirjen Bimas Islam nomor P-005/DJ.III/Hk.00.7/10/2021.
Poligami Prostitusi dan Kohabitasi
Situasinya bisa kita katakan sama yaitu tujuannya untuk membatasi pernikahan duda cerai dengan perempuan lain lala mantan istrinya masih dalam masa iddah karena hukum di Indonesia. Yang tujuan utamanya tujuan dari keberadaan SE ini agar tidak ada poligami yang terselubung.
Maksudnya hukum di Indonesia dalam hal ini adalah yang mengatur tentang poligami harus mendapatkan izin dari Pengadilan Agama.
Dengan keberadaan ketentuan ini menjadi penghalang bagi duda cerai untuk menikah dengan perempuan lain selama istrinya masih dalam masa idah.
Dengan begitu proses penghalangan dan mempersulit poligami tetaplah bisa konsisten meski adapula kontradiksi budaya kumpul kebo dan hidup bersama serta praktek prostitusi yang semakin marak bahkan adakalahnya mendapatkan pembelaan.
Contoh pembelaan misalnya yaitu faktor ekonomi, belum siap untuk nikah secara usia dan materi dan sebagainya.
Anda bisa mengatakan bahwa saat ini tindakan dan ketentuan hukum bagi pelaku atau orang yang memiliki niat poligami lebih keras (dibuat susah, dipersulit) dalam ketentuan hukumnya daripada hal praktek prostitusi dan kohabitasi. Apalagi dalam praktek kenyataan di lapangan.
Apabila ada seorang muslim yang kondang melakukan poligami maka beritanya seakan-akan keadaan yang penuh kezaliman dan penindasan wanita.
Namun jika pelaku poligami bukan kalangan yang taat dalam beragama maka tidak begitu mendapatkan porsi hujatan sebagaimana muslim (yang dianggap) taat.
Tentunya anda ingat kejadian Aa’ Gym dan Eyang Subur.
Kemudian praktek poligami dan kohabitasi di negeri ini yang sepertinya sudah menjadi rahasia umum bahkan pada media sosial, video online, akan tetapi para penggiat penghujat poligami tidak begitu keras suaranya bahkan sangat senyap.
Demikian sekedar tulisan kali ini, maturnuwun sudah mampir, salam kenal dan wassalamu’alaikum.
