Syarat takmir masjid atau pengurus Dewan Kemakmuran Masjid mengacu kepada standar pembinaan manajemen masjid Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (SK Dirjen Bimis no DJ.II/802 tahun 2014.
pontren.com – assalaamu’alaikum para penggiat kegiatan kemakmuran masjid, wilujeng enjang, selamat pagi dan selamat bersiap-siap menjalankan aktivitas anda sekalian, tak lupa semoga kesehatan dan keselamatan keberkahan senantiasa di limpahkan kepada anda sekalian.
Jika anda bertanya, adakah standar tentang pengurus masjid? Ketentuan dan batasan yang secara eksplisit menyebutkan seperti apa dan bagaimana? Maka anda perlu melihat dalam SK Dirjen Bimis.
Meskipun tidak menyebutkan dalam bab tertentu atau mengelompokkannya dalam pembahasan tersendiri, disana anda akan menemukan seharusnya takmir masjid itu hendaknya seperti apa.
Takmir Masjid dalam SK Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam
Dari situlah bisa dirangkup menjadi persyaratan atau syarat takmir masjid yang dipilih menjadi pengurus DKM guna mengurusi umat dan jamaah.
Seperti apa gambaran takmir masjid dalam SK Dirjen Pendis Kementerian Agama? Mari kita simak satu persatu.
Syarat Takmir Masjid bidang Manajemen
Dalam Bab IV Pembinaan idarah huruf a. Perencanaan disebutkan bahwa;
Pengurus Masjid dalam jabatan apapun hendaknya memiliki keahlian memimpin (leadership), mampu memahami seluruh tugas dan permasalahan dibidangnya dan merumuskan rencana yang akan dilakukan bersama secara efisien dan efektif.
Standar Pembinaan Manajemen Masjid
BACA : SUSUNAN STRUKTUR ORGANISASI PENGURUS MASJID DAN TUGASNYA
Pada tulisan diatas, terdapat beberapa kata kunci yaitu;
- Memiliki keahlian memimpin (leadership)
- Memahami seluruh tugas permasalahan di bidangnya (kepengurusan masjid)
- Memiliki perencanaan yang efisien dan efektif.
Keberadaan ketentuan diatas menjadi syarat kemampuan manajemen takmir masjid yang memangku tugas jabatan mulia non profit ini.
Syarat Domisili Takmir Masjid
Selain persyaratan berkaitan dengan manajemen, ada tambahan keterangan lagi berkaitan dengan domisili dan lokasi tempat tinggal takmir masjid.
Hal ini tertuang dalam bab yang sama (pembinaan idarah) huruf b tentang organisasi kepengurusan angka 4 disebutkan bahwa pengurus yang akan dipilih hendaknya bertempat tinggal disekitar masjid.
Pada masjid kampung atau kompleks perumahan, tentunya bukan masalah berkaitan dengan lokasi tempat tinggal.
Akan tetapi pada beberapa masjid yang memiliki kaitan erat dengan kedinasan, biasanya mempunyai kecenderungan pengurusnya berdomisili atau tempat tinggal yang jauh dari masjid tempat dia mendapatkan jabatan sebagai takmir masjid.
Itulah syarat dan ketentuan yang ada dalam standar pembinaan manajemen masjid Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Republik Indonesia.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah keaktifan serta semangat dan waktu luang takmir masjid itu sendiri.
BACA : SEBAB ALASAN TAKMIR MASJID PENGURUS DKM TIDAK BERJALAN DENGAN BAIK
Dalam hal ini yang dimaksud dengan keaktifan adalah aktif pada kegiatan masjid baik berupa ibadah salat jamaah dan yang lain semisal pengajian rutin, kepanitiaan PHBI, zakat dll.
Meskipun orang tersebut memiliki kemampuan leadership yang bagus, memahami tugas dan fungsi takmir masjid dan bagus dalam perencanaan yang efektif serta evisian, jika pasif dalam beribadah serta kegiatan masjid tentunya perlu dipertimbangkan lagi untuk dipilih menjadi pengurus DKM.
Nah itulah syarat pengurus masjid yang biasa disebut dengan DKM (Dewan Kemakmuran Masjid) mengacu kepada SK Dirjen Bimis tentang standar pembinaan manajemen masjid.
Kesimpulan
ada 4 syarat untuk menjadi takmir masjid mengacu kepada standar pembinaan manajemen masjid Dirjen Pendis.
adapun keempat syarat dimaksud adalah;
- Leadership
- Pemahaman tugas dan permasalahan tugasnya dalam jabatan takmir
- Memiliki perencanaan yang efisien dan efektif.
- bertempat tinggal di sekitar masjid tempatnya menjadi pengurus
Wilujeng enjang, selamat pagi wassalaamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh.
Assalamualikum warrohmatullahi wabarokaatuh
Di komplek kami di Ciledug Tangerang ada satu masjid dan TPA/TPQ dalam satu komplek perumahan dihuni sekitar 350 warga yang mana dalam satu komplek perumahan tersebut terdapat perbedaan Kelurahan dan bahkan Kecamatan, sedangkan masjid / TPA/TPQ tersebut berada di salah satu Kecamatan tertentu dari dua Kecamatan yang berbeda di dalam komplek.
Dalam kepengurusan tempat ibadah seperti masjid tentu masyarakat ingin berpartisipasi, namun untuk menjadi ketua DKM yang akan mengurus masjid dan TPA/TPQ beberapa masyarakat mempertanyakan KTP orang yang akan menduduki jabatan tersebut apakah beralamat sama dengan kedudukan domisili masjid?
Adapula warga yang memiliki rumah sebagai tempat tinggal tetapnya persis berdekatan dengan masjid namun karena memiliki KTP diluar komplek perumahan tersebut ditolak warga dianggap tidak memenuhi persyaratan administrasi seperti berpotensi ditolaknya oleh pihak kelurahan karena bukan warganya? atau memang begitu? Atau ditolak saat ada pengurusan pembangunan masjid atau apapun yang lainnya yang saya sendiri kurang faham mengenai urusan dengan kepemerintahan terkait dg masjid.
Pertanyaannya:
Apakah syarat ketua DKM yang dimaksud dengan “bertempat tinggal di sekitar masjid tempatnya menjadi pengurus” adalah ber KTP dengan alamat harus sama dengan dimana masjid berada? atau boleh dari warga yang dalam satu komplek perumahan?
Apakah boleh dipilih sebagai ketua DKM warga yang tinggal tetap di wilayah sekitar masjid namun memiliki KTP DKI atau diluar wilayahnya?
Jika ada acuan dari undang undang atau keputusan menteri atau peraturan daerah atau apapun yang dapat membantu permasalahan ini
wa’alaikum salaam wa rahmatullah wa barakaatuh. sudh kami jawb seperti sebelumnya.
SYARAT TEMPAT TINGGAL UNTUK PENGURUS MASJID
Assalamu alaikum warrohmatullahi wabarokaatuh
Kami ingin share pengalaman dan sekaligus bertanya tentang peryaratan menjadi Takmir Masjid, lebih jelasnya sebagai Ketua DKM namun sebelumnya kami akan menjelaskan permasalahannya.
Kami tinggal di satu komplek perumahan berdekatan dengan DKI dihuni sekitar 300 KK, sekitar 180 KK adalah warga muslim. Didalam satu komplek perumahan terdapat sebuah kali/sungai kecil yang juga sebagai perbatasan suatu wilayah tertentu sehingga dalam satu komplek tersebut terdapat dua kecamatan yang berbeda.
Salah satu wilayah didalam komplek tersebut berdiri satu bangunan masjid dibangun oleh masyarakat hasil tanah hibah dari developer sebagai sarana ibadah warga yang dapat menampung jamaah sekitar 500 orang dan juga TPQ sebagai sarana pendidikan (Imarah) menampung dua kelas (60 orang).
Saat kami ini sedang mengadakan pemilihan ketua DKM baru mengingat ketua DKM lama sudah sepuh dan membutuhkan generasi muda sebagai pembaruan.
Sebagai dasar hukum pemilihan ketua DKM yang sekaligus mengurusi TPQ kami menggunakan acuan dari Surat Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor DJ.II/802 tahun 2014 tentang Standar Pembinaan Manajemen Masjid.
Dari Topologi Masjid, maka masjid yang berada di lingkungan kami adalah Masjid Jami yang dibiayai oleh swadaya masyarakat.
Salah satu standar Idarah (manajemen) tertulis Organisasi kepengurusan masjid dipilih oleh jamaah tetapkan dan dilantik oleh pemerintah daerah setingkat kelurahan atas rekomendasi kepala KUA Kecamatan.
Pada BAB IV IDARAH huruf B. Oranisasi Kepengurusan point 4. tertulis “Pengurus yang akan dipilih hendaknya bertempat tinggal disekitar masjid”.
Nah yang menjadi persoalan adalah masalah kalimat “bertempat tinggal sekitar” dimana masjid tersebut di komplek perumahan yang terdiri dari dua Kecamatan yang berbeda.
Beberapa warga menolak apabila ketua DKM dipilih dari warga yang beralamat KTP tidak sama dengan alamat masjid.
Ada juga di komplek kami warga yang memiliki kecakapan berorganisasi, cukup rajin berjamaah di masjid dan bertempat tinggal tetap dekat dengan masjid, namun sayangnya beliau memiliki KTP DKI yang harus dia pertahankan karena rumah pertama yang dimilikinya di Jakarta disewakan orang lain.
Warga tetap menolak dan beranggapan bahwa alamat di KTP calon ketua DKM harus sama dengan alamat masjid itu berada dengan alasan
akan kesulitan pada saat proses administrasi di kelurahan dan lain sebagainya.
Jika mengacu pada kata “Hendaknya” atau “sebaiknya” atau pengertian lain “boleh” dari kalimat lengkap “hendaknya bertempat tinggal disekitar masjid” semestinya tidak ada alasan untuk menolak namun oleh masyarakat sepertinya tidak dipedulikan.
Kami ingin bertanya:
1- Apakah memang untuk menjadi ketua DKM dan sekaligus TPQ alamat di KTP harus sama dengan alamat masjid?
2- Apakah benar akan kesulitan saat proses administrasi di kelurahan atau kepemerintahan?
3- Apakah ada acuan lain atau penjelasan lain atau Undang undang, peraturan, keputusan lain yang menjelaskan secara gamblang mengenai hal tersebut?
Terimakasih atas sharing pengalaman dan kami butuh penjelasan lebih lanjut.
Demikian semoga mendapat pencerahan
waalaikum salaam wa rahmatullah wa barakaatuh. setelah mencermati situasi yang anda sampaikan, saya berpendapat bahwa
1. kata hendaknya memiliki arti sebaiknya, akan tetapi bersifat tidak mutlak, dianjurkan yang dekat, akan tetapi boleh juga dari tempat yang agak jauh.
2. menurut saya, maksud dari bertempat tinggal disekitar masjid adalah aktivitas kegiatan orang yang mukim pada tempat tersebut mengacu kepada kegiatan dia sehari hari. adapun alamat KTP hanya sekedar pertimbangan sampingan saja apabila memang kenyataan aktivitas kehidupan sehari hari adalah berada pada tempat dimaksud.
3. maksud masjid jami’ adalah masjid sebagai tempat resmi yang mendapatkan SK sebagaimana tipologi Kemenag. bukan masjid jami’ dalam arti masjid untuk salat jumat. maksudnya dalam 1 desa/kelurahan hanya ada 1 masjid jami’ yang mendapat SK Kelurahan/desa atas rekomendasi Kemenag mengacu kepada tipologi Kemenag. (pertimbangan ini mengacu dalam pembiayaan yang didalamnya ada anggaran dari plat merah).
4. saya pribadi tidak melihat ada masalah KTP tidak sesuai domisili selama orang dimaksud amanah, aktif dan baik dalam memajukan masjid dan memang domisilinya di sekitar masjid tempat dia berjamaah.
5. saya agak suudhon ada hal dibalik ketidaksetujuan salah satu pengurus dimaksud, entah madzhab, perbedaan pendapat baik politik, aliran, organisasi dan lain lain.
6. jika perbedaan tidak bisa terselesaikan internal pengurus, silakan membuat surat permohonan kepada KUA untuk membuat fatwa atas masalah yang sedang mendera dalam pemilihan pengurus takmir masjid pada tempat ibadah anda.
sekedar catatan, ini hanya blog pribadi dan pendapat saya juga opini pribadi saya. semoga segera beres urusan ummat.
1- Apakah memang untuk menjadi ketua DKM dan sekaligus TPQ alamat di KTP harus sama dengan alamat masjid? sampai saat ini kami tidak menemukan syarat bahwa alamat KTP Ketuan DKM dan TPQ harus sesuai dengan tempat lokasi masjid/TPQ. banyak ketua TPQ beralamat berbeda dengan lokasinya bukan hanya Kecamatan, adakalanya beda Kabupaten dan Provinsi (karena teknis administrasi saja).
2- Apakah benar akan kesulitan saat proses administrasi di kelurahan atau kepemerintahan? sepanjang saya tahu tidak ada kesulitan dalam hal ini (pengecualian memang ada yang mempermasalahkan dan mempersulit), karena alamat pengurus tidak tercantum dalam SK, apabila dicantumkan maka silakan mencantumkan alamat domisili bukan alamat KTP (bisa ditulis dalam tanda kurung disamping alamat KTP. misal Alamat : DKI Jakarta (Domisili) Tangerang dll.
contoh kongkrit, pengurus Takmir masjid Kecamatan biasanya memasukkan orang pegawai KUA, padahal ada orang dari KUA yang tempat tinggalnya berbeda dengan masjid tempat dia menjadi salah satu pengurus karena jabatannya sebagai pegawai KUA. apakah ada masalah dengan admistrasi masjid dalam birokrasi? tidak ada.
3- Apakah ada acuan lain atau penjelasan lain atau Undang undang, peraturan, keputusan lain yang menjelaskan secara gamblang mengenai hal tersebut? sepanjang yang saya tahu, itulah aturan dan ketentuan paling mutakhir dan baru mengenai kemasjidan.
Assalaamu’alaikum
warohmatullahi
wabarokatuh.
Maaf sebelumnya kalau pertanyaan yang saya tanyakan ini kurang baik,dikarenakan ketidak tahuan saya tentang pemilihan Ketua DKM yang baik dan benar.
yang ingin saya tanyakan apabila yang mencalonkan diri sebagai Ketua DKM adalah Ketua RW(yang saat itu masih menjabat sebagai Ketua RW)dan di SK kan oleh Ketua K.U.A padahal beliau masih menjabat sebagai Ketua RW,dan pemilihan tersebut tanpa diketahui oleh para Ketua RT setempat..apakah dibenarkan dan di perbolehkan menjadi Ketua DKM? dan sayangnya sebagian warga yang menjadi Jamaah Masjid tersebut tidak dilibatkan dan tidak diberi tahu akan di adakannya calon tunggal untuk Ketua DKM,padahal di lingkungan tersebut bukan hanya beliau yang menjadi sosok untuk menjadi Ketua DKM.dan di sisi lain para Ketua RT pun berinisiatif untuk memilih panitia pemilihan Ketua DKM yang dilaksanakanlah pemilihan yang dipilih oleh Warga/Jamaah di lingkungan setempat dan suara terbanyak dimenangkan bukan oleh orang tersebut di atas..apakah beliau itu sah untuk menjadi Ketua DKM.!!?
Mohon arahan dan petunjuknya.
Terima kasih.
Wassalaam.
wa’alaikum salaam, dalam pemilihan awal DKM bukan langsung dengan pemilihan, akan tetapi melalui jalan musyawarah terlebih dahulu, mestinya apabila terjadi perselisihan sebaiknya untuk melakukan tabayyun dan mencari titik temu untuk meraih kebersamaan dan keberkahan, bukan mengedepankan ego pribadi maupun kepentingan golongan, apalagi masjid sebagai sarana ibadah, bukan untuk panggung mencari popularitas.
Assalamu’alaikum,
Menurutku yg dimaksud dg domisili kamir sekitar masjid, adalah jarak rumah ke masjid pada radius maksimal 500 m.
Dan upayakan idealnya pendidikan kamir adalah setara S1 atau D3 karena disamping masalah kepemimpinan, akan terkait dg proposal pengajuan dana bantuan ke kemenag, kesra, dinsos dll.
wa’alaikum salaam.
siaappppppp……………………
Asalamualaikum warahmatulohi wabarakatuh..
Maap sebelumnya tentang pemilihan ketua dkm apakah warga muslim sekitar masjid punya hak untuk memilih ketua dkm..
wa’alaikum salaam, jamaah masjid punya.
Yen podo iklas. Jujur lhr batin. Kabeh di gawe gampang. Gitu aja report. Contoh gusdur
masalahe ikhlas itu adakalanya barang sik angel bahkan langka
Masjid umul yaqin tahun depan lebih banyak jamaah nya
amiin, semoga semakin makmur dan mendapatkan barakah
Assalamualaikum wr.wb
Apakah untuk menjadi ketua DKM harus seorang ustad atau kyai atau guru Ngaji?
Dan berapa masa tugas ketua DKM tersebut?
Dapatkah dipilih kembali setelah purna tugasnya?
Mohon penjelasannya
Walasamualaikum warohmatullohi wabarokatuh
wa’alaikum salaam, tidak ada keharusan ketua DKM harus Kiai atau Guru mengaji.
masa jabatan bisa 2, atau 3, atau 4 tahun, paling lama 5 tahun apabila mengacu kepada juknis Kementerian Agama.
ketua DKM bisa dipilih kembali apabila masa Jabatannya sudah berakhir.
demikian jawaban dari kami, salam kenal.