pontren.com – suatu hal yang tercantum dalam juknis pendirian pondok pesantren SK Dirjen Pendis tahun 2018 nomor 3408 mengenai rumusan karakteristik pondok pesantren. Rumusan ini dibuat mengutamakan karakter yang baik dalam berbangsa serta bernegara disertai penguatan rasa nasionalisme.
Baca
- Link1
- Link2
- Link3
Setelah karakter nasionalisme jiwa NKRI dan menjunjung tinggi sekali nilai keindonesiaan dalam berbangsa bernegara berlandaskan Pancasila dan UUD 45, baru kemudian jiwa keilmuan serta karakteristik yang lainnya.
8 Karakteristik Pondok Pesantren yang ideal
Berikut adalah 8 Ruhul Ma’had yang dirumuskan Kemenag dalam Juknis Ijin operasional pondok pesantren. Kedelapan jiwa pondok pesantren dimaksud adalah :
1. Jiwa NKRI dan Nasionalisme
2. Jiwa Keilmuan
3. Jiwa Keikhlasan
4. Jiwa Kesederhanaan
5. Jiwa Ukhuwah Islamiyya
6. Jiwa Kemandirian
7. Jiwa Bebas
8. Jiwa Keseimbangan
Itulah Jiwa Pondok Pesantren atau Karakteristik yang di istilahkan secara kepondokan dengan kata ruhul ma’ahd.
Penjelasan Ruhul Ma’had
Jiwa Pesantren Dalam proses penyelenggaraan pendidikannya, pesantren mengembangkan jiwa atau karakteristiknya (Ruhul Ma’had) sebagai berikut:
1. Jiwa NKRI dan Nasionalisme. Jiwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan nasionalisme merupakan prinsip utama dalam penyelenggaraan sistem pendidikan yang dikembangkan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Semua lembaga pendidikan, termasuk pondok pesantren, yang berada di dalam wilayah teritori NKRI harus menjunjung nilai-nilai keindonesiaan, kebangsaan, kenegaraan dan persatuan yang didasarkan atas NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.
2. Jiwa Keilmuan Jiwa. keilmuan ini melandasi pada seluruh stakeholder dan civitas akademika pondok pesantren untuk menimba, mencari, dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang tidak henti. Bagi kalangan pondok pesantren, mencari ilmu pengetahuan merupakan keharusan yang dilakukan hingga meninggal dunia.
Demikian juga dengan semangat untuk mengembangkan dan menyebarkan imu pengetahuan kepada masyarakat merupakan bagian dari ibadah sosial sebagai pengejewantahan itikad meraih imu pengetahuan yang bermanfaat (al-ilm al-nafi’).
3. Jiwa Keikhlasan. Jiwa keikhlasan yang tidak didorong oleh ambisi apapun untuk memperoleh keuntungan-keuntungan tertentu tetapi semata-mata demi ibadah kepada Allah.
Jiwa keikhlasan termanifestasi dalam segala rangkaian sikap dan tindakan yang selalu dilakukan secara ritual oleh komunitas pondok pesantren. Jiwa ini terbentuk oleh adanya suatu keyakinan bahwa perbuatan baik mesti dibalas oleh Allah dengan balasan yang baik pula, bahkan mungkin sangat lebih baik.
4. Jiwa Kesederhanaan. Sederhana bukan berarti pasif, melarat, nrimo dan miskin, tetapi mengandung unsur kekuatan dan ketabahan hati, penguasaan diri dalam menghadapi segala kesulitan.
Di balik kesederhanaan itu, terkandung jiwa yang besar, berani, maju terus dalam menghadapi perkembangan dinamika sosial. Kesederhanaan ini menjadi identitas santri yang paling khas di mana-mana.
5. Jiwa Ukhuwah Islamiyyah. Ukhuwah islamiyyah yang demokratis ini tergambar dalam situasi dialogis dan akrab antar komunitas pondok pesantren yang dipraktekkan sehari-hari.
Disadari atau tidak, keadaan ini akan mewujudkan suasana damai, senasib sepenanggungan, yang sangat membantu dalam pembentukan dan pembangunan idealisme santri. Perbedaan yang dibawa oleh santri ketika masuk pondok pesantren tidak menjadi penghalang dalam jalinan yang dilandasi oleh spiritualitas Islam yang tinggi.
6. Jiwa Kemandirian. Kemandirian di sini bukanlah kemampuan dalam mengurusi persoalan-persoalan intern, tetapi kesanggupan membentuk kondisi pondok pesantren sebagai institusi pendidikan Islam yang merdeka dan tidak menggantungkan diri pada bantuan dan pamrih pihak lain. Pondok pesantren harus mampu berdiri di atas kekuatannya sendiri.
7. Jiwa Bebas. Bebas dalam memilih alternatif jalan hidup dan menentukan masa depan dengan jiwa besar dan sikap optimistis menghadapi segala problematika hidup berdasarkan nilai-nilai Islam. Kebebasan di sini juga berarti tidak terpengaruh atau tidak mau didikte oleh dunia luar.
8. Jiwa Keseimbangan. Jiwa keseimbangan pada pondok pesantren dimanifestasikan atas kesadaran yang mendasar atas fungsi manusia baik sebagai hamba Allah maupun sebagai khalifah di muka bumi.
Sebagai hamba Allah, manusia diwajibkan untuk beribadah dan menjalin hubungan-personal secara vertikal dengan Allah melalui serangkaian ibadah-ibadah mahdlah dan fasilitasi ibadah lainnya.
Sebagai khalifah di muka bumi, manusia diwajibkan untuk menjalin komunikasi, kerjasama, dan hubungan sosial-horizontal antara sesama dan pemanfaatan alam semesta secara harmonis untuk kepentingan kemanusiaan secara luas. Kedua fungsi ini senantiasa mendasari dalam sikap dan perilaku keberagamaan, pola pikir, dan kegiatan sehari-hari secara seimbang.
Demikian mengenai ruhul ma’had, semoga para JFU di lingkungan PD Pontren ataupun PAKIS bisa hafal diluar kepala mengenai jiwa pesantren karakter ruhul ma’had ini.
Salam ayo mondok.