Informasi tentang pembagian jenis atau tipologi mengacu kepada pendapat dari Endang Turmudi dan Abdurrahman Mas’ud yang terdapat dalam buku Perselingkuhan Kyai dan Kekuasaan serta Intelektual Pesantren yang dapat dijadikan rujukan dalam paper ataupun karya tulis.
pontren.com – assalaamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh, kata Kiai (kebanyakan salah menulis dengan Kyai/tidak sesuai dengan EYD) banyak dipakai di Indonesia, ada yang dipergunakan untuk nama grup musik seperti Kyai Kanjeng, atau dipergunakan untuk benda mati bahkan hewan yang diyakini memiliki keramat, misal Kyai Slamet, Kyai Kencana dan lain.
Adapula dipergunakan untuk nama obyek wisata sebagaimana penamaan Kyai Langgeng, pemakaian kata ini paling lazim diperuntukkan bagi orang yang memiliki keilmuan dalam Agama Islam yang mumpuni disertai dengan perilaku dan ahlak yang dapat dijadikan suri tauladan oleh orang lain utamanya yang memiliki pesantren.
Yang akan dibahas atau dibagi dalam tipologi kiai kali ini adalah yang terakhir yaitu seseorang yang kharismatik, memiliki kelebihan dalam kedalaman ilmu agama dan dapat dijadikan suri tauladan dalam akhlak budi pekertinya.
Jika anda melihat kedalam Undang undang nomor nomor 18 tahun 2019 tentang pesantren, yang dimaksud dengan kiai atau pengertiannya adalah sebagai berikut:
“Kiai adalah seorang pendidik yang memiliki kompetensi ilmu agama Islam yang berperan sebagai figur, teladan, dan/atau pengasuh Pesantren”
Baca : Pengertian Kiai menurut UU Pesantren
Tipologi Kiai Akhirat dan Kiai Dunia
Dalam salah satu Skripsi Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya yang bernama Muhammad Ainul Mubarrok, adapun judul skripsinya adalah “Pola Kepemimpinan KH. Much Imam Chambali dalam Mengelola Pondok Pesantren Al-jihad” pada halaman 14
Peran kyai akan terwujud apabila mampu berintegrasi dengan masyarakat dimana ia berada. Hal ini akan mempermudah pencapaian visi dalam menyebarkan ajaran-ajaran alloh.
Yang kemudian secara sederhana membagi kategori kiai menjadi 2 macam yaitu;
pertama ulama akhirat atau ulama yang berorientasi pada kehidupan akhirat.
Jika mengacu kepada tulisan Zainal Arifin, dalam buku yang berjudul Runtuhnya Singgasana Kyai, ( Yogyakarta: Kutub, 2003), pada halaman 307 yang dimaksud dengan ulama akhirat yaitu senantiasa konsisten antara ucapan dan perbuatan, menghindari begaul dengan penguasa, menghindari hal-hal yang dapat mengacaukan iman dan wajahnya senantiasa memancarkan sinar yang membuat orang ingat kepada Alloh.
Yang kedua adalah Kiai atau ulama su ‘ yang berorientasi keduniawiaan.
Tidak perlu dijelaskan seperti apa karakternya, saya yakin anda dapat membuat contohnya sendiri tapi akan pikir pikir jika memberikan contoh siapa dia sebagai contoh kongkrit dari ulama suu’, kecuali anda memiliki kebencian yang mendalam.
Tipologi Kiai menurut Endang Turmudi
Dalam pembagian tipologi kiai ini, Endang Turmudi memilah milah serta menyesuaikan dengan kegiatan-kegiatan mereka dalam dakwah Islam atau dalam pengembangan dakwah syiar ajaran Islam.
Endang Turmudi dalam bukunya yang berjudul Perselingkuhan Kyai dan Kekuasaan halaman 32 yang diterbitkan oleh PT LKIS Pelangi Aksara pada tahun 2003 di Yogyakarta membedakan kyai menjadi empat kategori yaitu:
- Kiai Pesantren;
- Kiai Tarekat;
- Kiai Panggung; dan
- Kiai Politik.
Adapun penjelasan dari keempat tipologi Kiai diatas adalah sebagai berikut;
Kyai Pesantren, adalah kyai yang memusatkan perhatian pada mengajar di pesantren untuk meningkatkan sumberdaya masyarakat melalui peningkatan pendidikan.
Contoh Kiai Pesantren ini sangat banyak dan mudah anda temukan di wilayah yang banyak pesantrennya semisal di wilayah Tapal Kuda Jawa Timur atau Pantura untuk Jawa Tengah.
Kalau di pantai selatan Tanah Jawa contohnya adalah Kiai Sutarno Asy’ari, Pengasuh Pondok Pesantren Daarul Mubtadi-ien Kaliwuluh Jomblang Kebakkramat, atau Kiai Muh Salim pada Ponpes Tahfidz Al-Qur’an Banu Salamah Tirip Lempong Jenawi Kabupaten Karanganyar.
Kyai tarekat, memusatkan kegiatan mereka dalam membangun batin (dunia hati) umat Islam. Karena tarekat adalah sebuah lembaga informal. Sedangkan para pengikut kyai tarekat adalah anggota formal gerakan tarekat.
Contohnya semisal Kiai Cholil Bangil, Jejen Zainal Abidin Bazul Asyhab (Ajengan Jejen), Abah Anom dan lain sebagainya.
Kyai panggung, adalah para dai. Melalui kegiatan dakwah mereka menyebarkan dan mengembangkan Islam.
Di era masa orde Baru, Tokoh Kondang yang bisa masuk kategori Kiai Panggung yaitu Kiai Haji Zainuddin MZ, yang kondang dengan da’i sejuta ummat.
Atau saat ini yang sedang naik daun dan sliwar sliwer di youtube yaitu Kiai Haji Ahmad Anwar Zahid yang beritanya perlu antri bertahun tahun untuk mendatangkannya.
Kyai politik, merupakan tipologi kyai yang mempunyai concern (perhatian) dalam dunia perpolitikan.
Dengan era reformasi, banyak partai politik bertumbuhan seperti cendawan saat musim hujan.
Ada relatif cukup banyak para kiai yang turun gunung turut meramaikan percaturan politik di Indonesia.
Contohnya seperti KH Hasyim Muzadi yang sempat maju sebagai calon wakil presiden dengan Megawati, namun akhirnya keok oleh Susilo Bambang Yudhoyono, atau KH Abdurrahman Wahid yang sukses menjadi Presiden RI meskipun tidak selesai masa tugasnya.
Meskipun begitu, bisa saja seorang kiai bisa dimasukkan kedalam lebih dari satu tipologi, misalnya Kiai Hasyim Muzadi, selain politik juga berkecimpung pada pondok pesantren yang besar, atau Kiai Ahmad Anwar Zahid, selain kiai panggung juga menjadi pengasuh ponpes asy Syafi’iyyah Jombang.
Silakan ditambahkan sendiri daftarnya jika ingin lebih banyak kombinasi tipologi ini.
Baca : Penulisan yang benar sesuai EYD Kiai atau Kyai
Selain aktivitas kegiatannya, Endang Turmudi juga memilah Kiai berdasarkan jumlah pengikut dan pengaruhnya.
Yang pertama adalah kiai yang memiliki banyak pengikut serta mempunyai pengaruh yang kuat.
Kategori yang kedua yaitu kebalikan dari kategori pertama diatas.
Entah kenapa tidak ada pembagian kiai mengacu kepada popularitas atau keterkenalan yang ada, misalnya kiai lokal, kiai Kabupaten, Kiai Provinsi, Kiai Nasional, Kiai Internasional, kemungkinan hal ini telah terwakili pada pembagian pengaruh dan jumlah pengikutnya.
Karakteristik dan Tipologi Kiai menurut Abdurrahman Mas’ud
Dari pendapat yang lain yaitu opini yang diketengahkan oleh Abdurrahman Mas’ud mengenai karakteristik dan tipologi beberapa figur kiai.
Baca : syarat dan cara untuk menjadi Kiai
dalam bukunya yang berjudul Intelektual Pesantren pada halaman 236 yang diterbitkan oleh LKiS pada tahun 2004 di Yogyakarta, yang menyimpulkan bahwa karakteristik dan tipologi beberapa figur kiai ada 5 (lima) yaitu;
- Kyai atau ulama encyclopedic dan multidisipliner, kyai ini mengkonsentrasikan diri dalam dunia ilmu, belajar mengajar dan menulis, menghasilkan banyak kitab seperti Nawawi al-Bantani
- Kyai yang ahli dengan satu spesialisasi bidang ilmu pengetahuan Islam
- Kyai kharismatik yang memperoleh kharismanya dari ilmu pengetahuan keagamaan, khususnya dari sufismenya. Guru yang memiliki derajat spiritualitas yang tertinggi dan paling dihormati dalam tradisi pondok pesantren.
- Kyai da’i keliling, kyai ini perhatian dan keterlibatan terbesar mereka pada interaksi dengan publik dan menyampaikan ilmunya bersamaan dengan misi melalui bahasa retorikal yang efektif.
- Kyai pergerakan, kyai ini pemimpin yang paling menonjol karena keunikan posisinya kaena memiliki peran dan skill kepemimpinan yang luar biasa,baik dalam masyarakat maupun organisasi yang didirikannya. Selain itu kyai ini memiliki kedalaman ilmu pengetahuan keagamaan yang dia peroleh dari para kyai paling disegani dalam komunitas pondok pesantren.
Entah kenapa pada pendapat dari Abdurrahman ini tidak memuat atau menyinggung tentang pesantren, atau karena memang apa yang diketengahkan sudah mencakup pada kiai yang mengelola ponpes ataupun kiai tanpa pesantren.
Itulah informasi mengenai tipologi dari kiai yang diketengahkan oleh dua orang yang tertuang dalam buku.
Sumber :
Muhammad Ainul Mubarrok, “Pola Kepemimpinan KH. Much Imam Chambali dalam Mengelola Pondok Pesantren Al-jihad” Skripsi, Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, h. 49.
Endang Turmudi, Perselingkuhan Kyai dan Kekuasaan, (Yogyakarta: PT LKIS Pelangi Aksara, 2003), h. 32.
Abdurrahman Mas’ud, Intelektual Pesantren,(Yogyakarta: LKIS. 2004), h. 236