Membumikan Toleransi (serial Kultum Bulan Ramadan)

membumikan Toleransi. Toleransi masih menjadi masalah yang cukup mengemuka hingga saat ini. Isu radikalisme,pembubaran ormas Islam yang dianggap“radikal”, dan peristiwa pembubaran kajian-kajian Islam oleh kelompok masyarakat tertentu adalah diantara indikator belum selesainya masalah toleransi di Negara kita.

Istilah toleransi seringkali misleading. Pada kondisi tertentu, kata “intoleran” misalnya, dapat digunakan untuk mendiskriditkan kelompok tertentu yang berbeda.

Cap intoleran juga rentan menjadi propaganda politik untuk “menghantam” kelompok lain yang berbeda haluan. Inilah pentingnya memahami makna toleransi dengan benar.

Pengertian Toleransi (Membumikan Toleransi)

Secara etimologi, toleransi berasal dari bahasa latin, tolerare yang berarti sabar, menahan diri dan membiarkan sesuatu.

Secara Istilah, toleransi adalah sikap adil dan objektif yang membiarkan mereka yang memiliki pendapat, keyakinan, praktik, ras dan asal muasal yang berbeda untuk hidup dan berkembang (Random House Distionary).

membumikan toleransi

Seringkali, toleransi direduksi dalam wilayah perbedaan politik dan agama semata, padahal perbedaan sesungguhnya ada dalam seluruh lini kehidupan manusia, baik dalam individu maupun kelompok, dalam internal kelompok agama maupun antar pemeluk agama.

Terlebih perbedaan yang secara fisik nampak, seperti perbedaan suku, ras, budaya dan Bangsa.

Toleransi dalam Agama Islam

Toleransi bukanlah ajaran yang asing dalam Islam. Ia berada pada jantung ajaran Islam itu sendiri.

Dalam Islam, toleransi biasa dikenal dengan istilah samhah atau tasamuh.

Nabi Muhammad SAW suatu ketika ditanya oleh Sahabat, tentang beragama seperti apa yang paling dicintai oleh Allah SWT.

Nabi kemudian menjawab,” beragama yang cenderung kepada kebenaran (al hanifiyah) dan toleran (as samhah)” (HR. Ahmad).

Toleransi dalam islam berkaitan dengan sikap lapang dada, kemampuan mengendalikan perasaan emosi dan memaklumi segala perbedaan yang ada.

Islam sebenarnya tidak hanya mengajarkan toleransi yang bersifat pasif, namun lebih dari itu Islam mengajarkan toleransi yang bersifat aktif, yaitu dengan menghormati, mengenal, bahkan belajar (lita’arafu) kepada mereka yang berbeda. (al Hujurat : 13) .

Toleransi tentu saja bukan berarti sikap permisif dan membiarkan segala yang berbeda, tanpa batas dan kendali

Pendapat dan perilaku yang berbeda haruslah tunduk kepada peraturan dan batasan yang ada ketentuannya.

Dalam hal pribadi dan individu, batasan perbedaan adalah etika dan norma hukum.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, batasan perbedaan adalah selama tidak melanggar konstitusi Negara dan aturan perundang undangan yang berlaku.

Sedangkan dalam konteks perbedaan pemahaman agama Islam, batasannya adalah nilai-nilai dasar Agama Islam dan kesepakatan para ulama.

Semoga Ramadan menjadikan kita semakin cenderung kepada kebenaran (hanif), memiliki sikap toleran, dan lapang dada (samhah) dalam mensikapi segala perbedaan, sebagai cermin dalam keberagamaan yang paling dicintai Allah SWT. Amien Ya Rabbal alamien..

—– Muh. Rifai al Faqir —-
🌾 Ngaji Kehidupan
( Hari Ke-8 Ramadlan 1442 H)

Mumtaz Hanif

salam blogger

Tinggalkan Balasan