pontren.com – Sejarah tentang Kyai Mojo atau bisa di tulis dengan Kyai Modjo atau Kyai Madja.
Nama Aslinya adalah Muslim Muhammad Halifah (sebagaimana tertera dalam makam), sedangkan menurut versi dari website resmi NU, beliau lahir dengan nama Bagus Khalifah. Beliau dilahirkan pada tahun 1792 masehi tanpa diketahui tanggal dan bulan.
Ayahnya bernama Iman Abdul Ngarip dan Ibu Raden Ajeng Mursilah. Iman Abdul Ngarip atau bapak dari Kyai Mojo merupakan ahli pandai agama pada daerah Baderan serta Mojo di Pajang (suatu Daerah yang dekat dengan wilayah Delanggu/sekarang di sebelah selatan Universitas Muhammadiyah Surakarta atau UMS). Menurut informasi dari wikipedia bahwasanya tanah wilayah tersebut merupakan pemberian dari raja Surakarta.
Baca;
Link1
Link2
Link3
Sedangkan Ibunya masih memiliki darah biru yang sangat kental, beliau (R.A. Mursilah) adalah saudara dari Raja Yogyakarta yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono ke-3. Selain saudara dari seorang raja, beliau juga merupakan sepupu dari pahlawan nasional dan tokoh yang terkenal di masa itu sampai sekarang yaitu Pangeran Diponegoro.
Meskipun memiliki ibunda seorang ningrat serta paman seorang raja di Jogja, Kyai Mojo tumbuh kembang di luar Istana Keraton Kerajaan Ngayogyokarto.
Beliau tumbuh dalam lingkungan pesantren dan komunitas islami atau santri yang mana sangat disegani oleh Kraton Yogya maupun Solo (Surakarta).
Kyai Mojo memiliki istri yang bernama Raden Ayu Mangkubumi, janda dari Pangeran Mangkubumi yaitu paman kerabat dari Pangeran Diponegoro.
Pada Tahun 1828 Kiai Mojo ditangkap dan di asingkan ke
Dalam sejarah tercatat bahwasanya tepat pada tanggal 17 di bulan November Tahun 1828 Masehi, penjajah Licik Belanda yang non muslim melakukan penangkapan di wilayah desa Kembang Arum daerah Yogyakarta.
Dalam penangkapan ini kiai Mojo selanjutnya ditangkap dibawa serta diasingkan ke Batavia (saat ini bernama Jakarta). Selanjutnya pada masa awal tahun 1330 diasingkan ke Wilayah Sulawesi Utara di Minahasa tepatnya daerah Tondano.
Dengan diasingkannya Kyai Madja/Kyai Mojo ke Tondano menjadikan sejarah awal mula masuk agama Islam di Minahasa. Disini awal mula didirikan kampung jawa Tondano di Minahasa yang masih bertahan hingga saat ini dalam tradisi ahlus Sunnah wal Jamaah.
Kyai Ahli Strategi Perang
Disitir dari situs NU bahwasanya pada waktu terjadi perang Jawa, Kyai Mojo mendukung dengan total yang didalamnya juga menggerakkan sanak saudara serta sebagian besar pengikut dari Pajang.
Pengaruh Kyai Mojo dalam peperangan termasuk siginifikan, mata mata dengan perawakan jawa khusus disusupkan oleh penjahat Keji Belanda yang non muslim untuk menguak rahasia kesuksesan dari pasukan Pangeran Diponegoro dalam pertempuran yang telah terjadi.
Dari sini diungkap oleh teliksandi penjajah belanda Non muslim ini bahwasanya rahasia kekuatan Pangeran Diponegoro ada di Kyai Mojo, dengan definisi atau penggambaran sebagai jenderal perang pangeran Diponegoro. Pada tulisan yang disitir menyamakan kemampuannya setingkat dengan Napoleon, Mao Tse Tung dan Che Guevara.
Tahun Meninggal Kyai Madja
Pada tanggal 20 Desember Tahun 1849 beliau wafat di usia 57 dan dimakamkan di Minahasa, pada tahun ini tokoh yang terkenal di masa itu adalah Sri Susuhunan Pakubuwana VI atau raden Mas Sapardan alias Bangun Topo yang meninggal di Wilayah Ambon di Usia 42 tahun.
Pakubuwana ke-6 Merupakan raja kelima Kerajaan Surakarta dan diangkat sebagai Pahlawan Nasional.
Sumber :
Wikipedia
Ahmad Baso Nu or id
Keluarga Kiyai Mojo ada di wilayah Dk. Mojo Wetan, Ds. Tegalrejo, Kec. Sawit, Kab. Boyolali, Jawa Tengah.
Makam leluhurnya ada di wilayah tersebut.
https://goo.gl/maps/1qjDysimbtaivyrS6
terima kasih sudah menambahkan informasi