Sebelum ada salah paham, ini hanyalah opini saya yang menyampaikan bahwa dalam metode pembelajaran santri Taman Pendidikan Al-Qur’an atau TPA dari Kementerian Agama (sepertinya) menggunakan metode Baghdady atau baghdadiyah.
pontren.com – assalaamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu, kenapa bisa penulis menyimpulkan seperti itu? Yaitu berkesimpulan penggunaan metode baghdadiyah untuk kegiatan pembelajaran ngaji pada TPQ?
Jadi ini mengacu kepada Kurikulum pembelajaran TPQ kelas 1 dari Kemenag yang berlandaskan pada SK Dirjen Pendis nomor 6091 Tentang Kurikulum Nasional Pendidikan Al-Quran sebagai rujukan pengelola TPQ dan guru ustadz dalam kegiatan belajar mengajar.
Hal ini bisa anda lihat dalam kompetensi santri kelas 1 TPQ yaitu kemampuan dasar membaca al-Qur’an.
Dalam hal ini ada 7 materi pembelajaran yaitu;
- Mengenal nama Huruf Hijaiyah
- Mengenal Huruf Hijaiyah berharokat
- Mengenal tanda sukun
- Mengenal tanda tasydid
- Mengenal bacaan panjang 2 harokat
- Mengenal huruf lin
- Mengenal angka Arab
Kemudian dari ketujuh materi pembelajaran ini ruang lingkupnya adalah sebagai berikut ini.
- Membaca nama Huruf Hijaiyah tanpa hamzah diakhirnya
- Membaca Huruf Hijaiyah berharokat fathah, kasroh dan dhommah
- Membaca huruf bertanda sukun
- Mengenal huruf bertanda tasydid
- Membaca bacaan panjang 2 harokat
- Membaca huruf lin
- Membaca angka Arab
Alasan menyimpulkan Kurikulum mengaji TPQ Kemenag memakai Metode Baghdadiyah
Kalau anda mencermati materi pembelajarannya khususnya nomor 1 dan 2 maka dari situlah saya pribadi menyimpulkan bahwa dalam kurikulum TPQ Kemenag ini memakai metode baghdadiyah atau turutan untuk kegiatan belajar membaca al-Qur’an atau mengaji.
Sebagaimana kita ketahui, zaman dahulu kala, saat mengaji di era tahun 80 dan 90 an lazimnya memakai turutan atau bagian belakang juz amma untuk anak yang belum mengenal huruf hijaiyah arab.
Awalnya guru mengenalkan huruf alif, ba, ta dan sampai huruf terakhir yaitu huruf ya’. Kemudian setelahnya yaitu mengenalkan harakat fathak kasrah dan dhammah kemudian lanjut seterusnya.
Berbeda dengan metode iqra atau iqro maupun ummi, tilawati dan lain sebagainya.
Dan hal ini yang saya alami yaitu pada masa belajar mengaji pada era tahun 90 an. Yaitu era perubahan dan ekspansi metode iqro yang merubah peta metode pembelajaran mengaji.
Nyaris dengan sangat masif menggantikan kedudukan baghdadiyah sebagai cara atau metode pembelajaran untuk ngaji al-Qur’an.
Sebagaimana sampean ketahui, model cara belajar iqro adalah langsung praktek mengucapkan bacaan tanpa harus mengeja alif fathah a, alif kasrah i dan seterusnya.
Dan saat awal mula membaca, guru belum mengenalkan nama huruf maupun harokat.
Nah dari sini kesimpulan saya pribadi, memang dalam kurikulum TPQ kelas 1 dari Kemenag ini tidak memakai metode iqro untuk KBM nya merujuk kepada kompetensi santri, materi pembelajaran dan ruang lingkup kegiatannya.
Namun saya pribadi meragukan penggunaan metode baghdadiyah pada TPQ karena saat ini sudah ada Berbagai Cara dan Metode Pembelajaran pada TPQ.
Utamanya yaitu dengan menggunakan metode iqro dan model metode lainnya misalnya ummi, tilawati, qiroati dan lain sebagainya.
Meski begitu, saya tidak menemukan adanya keharusan dari Kemenag untuk LPQ memakai metode tertentu dalam KBM agar santri bisa mengaji.
Dan mengenai penggunaan baghdadiyah, hanya merupakan opini pribadi merujuk kepada materi pembelajaran TPQ kelas 1 berupa ; Mengenal nama Huruf Hijaiyah dan Mengenal Huruf Hijaiyah berharokat, serta ruang lingkupnya yaitu
- Membaca nama Huruf Hijaiyah tanpa hamzah diakhirnya
- Membaca Huruf Hijaiyah berharokat fathah, kasroh dan dhommah
- Membaca huruf bertanda sukun
- Mengenal huruf bertanda tasydid
Demikian sekedar analisa iseng mencoba mencermati juknis dari Kemenag tentang TPQ. Bagi yang memiliki opini berbeda silakan anda tuangkan dalam kolom komentar. Akhirnya selamat siang salam kenal dan wassalamu’alaikum.