membiayai TPQ desa. Menitipkan anak ayam alias kutuk serta anakan pohon pisang sebagai salah satu cara untuk mendapatkan pembiayaan dana TPQ pada wilayah pedesaan yang masih memiliki lahan luas dan tempat membiarkan pitik mencari makan sendiri.
pontren.com – sudah sekian purnama tahun berapa, mungkin 4 atau 5 tahun yang lalu kami mengundang nara sumber.
Awalnya kita tidak paham siapa beliau, pokoknya asal request nara sumber yang kompeten dan bermutu untuk mengisi mengenai pondok pesantren dan pendidikan Islam, temanya kalau tidak salah pada waktu itu yaitu peningkatan kualitas lembaga.
Beliau adalah Bapak H. Abu Choir, MA, Dosen pada IAIN Surakarta – Fakultas Ilmu Tarbiyah. Saat ini kalau tidak salah menjabat sebagai ketua Forum Komunikasi Pondok Pesantren Provinsi Jawa Tengah.
Adalah pas saat isian mengenai cara meningkatkan dan menggali potensi ekonomi lembaga pendidikan Islam.
Karena Tesis beliau membahas mengenai pondok pesantren di Jawa Timur yang begitu maju dan gemilang dalam menata ekonomi memanfaatkan kesempatan yang ada. Yaitu pondok pesantren Sidogiri.
Kita tidak akan membahas mengenai sidogiri, karena kejauhan ilmu manajemennya, serta kejauhan sebagai perbandingan.
Tetapi mengambil tips dan kiat beliau bagaimana caranya menggali dana pada Taman Pendidikan Al-Qur’an yang berada di Wilayah pedesaan. maupun LPQ sejenis untuk memperoleh dana.
Di Desa Uang Mahal Harganya
Membiayai TPQ desa. Maksud beliau, pada wilayah pedesaan, nominal uang merupakan suatu yang sulit, dalam artian, orang Desa wali santri akan sulit untuk ditarik dana SPP semisal Rp 10 ribu keatas.
Karena memang situasi yang umum seperti itu.
Akan tetapi beliau melihat potensi bahwasanya di desa masih banyak lahan yang luas serta bisa memelihara ayam kampung sebagai sumber dana Taman Pendidikan Al-Qur’an.
Bagaimana caranya?
Lahannya bukan milik pengurus masjid maupun TPQ.
Caranya yaitu dengan membeli anakan ayam serta bibit pohon pisang.
Titip Pohon Pisang dan anak ayam untuk membiayai Biaya Operasional TPQ di Desa
Beliau meyakini dan saya setuju dengan pendapat beliau, bahwasanya tentu orang tua atau wali santri pada wilayah pedesaan tidak keberatan apabila pengurus TPQ menitipkan satu bibit pohon pisang di pekarangan rumahnya.
Maksudnya adalah menanam sebuah pisang di tempat wali santri yang nanti apabila berbuah maka hasilnya masuk Ke KAS pengelola TPQ.
Supaya hasilnya bagus, maka pengurus bisa memilih pisang ambon atau raja sebagai bibitnya, atau kalau mau melakukan ujicoba bisalah pisang-pisang yang murah bibitnya.
Yang kedua yaitu dengen membeli seekor anak ayam yang sistemnya sama seperti menanam pisang pada pekarangan warga.
Pengurus bisa bertanya kepada santri, siapa yang memelihara ayam di rumah.
Selanjutnya bisa koordinasi dengan wali untuk menyampaikan ayam tersebut yang kemudian apabila sudah tiba waktu untuk penjualan hasilnya masuk ke Kas TPQ.
Secara logika, cara ini menurut saya masuk akal.
Sayangnya saya sendiri belum mencoba cara ini untuk menggali dana TPQ di desa yang menurut saya memang banyak lembaga yang Kasnya kosong melompong. Bahkan gurunya nombok untuk kegiatan operasional maupun KBM.
Demikian obrolan malam ini mengingat materi ustadz Abu Choir yang seorang Dosen pada Fakultas Tarbiyah, juga praktisi mengelola pondok pesantren dan juga sebagai ketua FKPP Jawa Tengah.
Kalau boleh meminta pendapat anda, analisa apakah cara ini bisa jalan di Kampung atau tidak? Monggo njenengan tulis pada kolom komentar. Wassalaamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
Terimakasih banyak.
kalau di kampung menurut analisa saya sangan mungkin dg pitik ( anak ayam ) dan pohon pisangnya tsb.
sangat baik bagi wali santri untuk menanamkan rasa ikut memiliki adanya pedidikan tsb. dan akan merasa dekat antara pendidik, wali murid dan pengurusnya.
sama sama, sukur sukur nanti kalau anda sudah praktek bisa mengirimkan kisah hasil pitik dan pohon pisang dan kami muat pada blog ini sekaligus biodata TPQ atau lembaga anda.