Noto Manduro prabu baladewa artinya adalah raja di Kerajaan Mandura yaitu Baladewa. Jadi Baladewa ratu ing Mandura.
pontren.com – assalaamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu, jika anda mencermati Bahwa sebenarnya penulisan dalam ejaan teks latin Basa Jawa noto manduro adalah tidak tepat. Penulisan yang pas yaitu dengan teks Nata Mandura.
Namun meskipun tulisannya adalah Nata Mandura Prabu Baladewa, namun cara membacanya yaitu dengan Noto Manduro Prabu Bolodewo (dengan mengucapkan huruf o seperti pada kata orong-orong).
Jadi kata Noto Manduro artinya yaitu raja di kerajaan Mandura. Nata tegese yaiku ngatur, mrentah, mimpin. Sedangkan Manduro (Mandura) adalah nama kerajaan dalam dunia wayang.
Rama lan Ibune Baladewa, jenenge Sedulure
Ramane Prabu Baladewa yaiku Prabu Basukarna, asmane ibune yaiku Dewi Mahindra utawa Dewi Mahendra. Sedulure yaiku Sri Kresna (Narayana) lan Wara Sembadra (Lara Areng).
Prabu Baladewa adalah anak dari Prabu Basukarna dengan istrinya yang bernama Dewi Mahindra. Baladewa memiliki saudara kembar yaitu Narayana yang saat dewasa kita kenal dengan nama Kresna.
Dia juga memiliki saudara perempuan yang bernama Lara areng atau Wara Sembadra.
Dalam cerita wayang lakon Udawa waris, juga menjelaskan bahwa dia memiliki pertalian darah dengan Patih Udawa (patihnya Sri Kresna di Dwarawati).
Hal ini karena Udawa adalah anak Basudewa dengan Nyai Sagopi yang kemudian diberikan kepada Demang Antagopa.
Sebutna sedulure Prabu Kresna sing bela Kurawa! Sedulure Prabu Kresna sing bela kurawa yaiku Prabu Baladewa.
Gamane Baladewa
Gamane Prabu Baladewa yaiku Nanggala lan Alugara. Senjatanya Prabu Baladewa adalah Nanggala dan Alugara.
Nanggala sendiri berasal dari Bahasa sansakerta yaitu lāŋgala yang berarti tenggala, bajak, luku, mata bajak.
Kedua senjata yang sangat sakti ini merupakan pemberian dari Bathara Brahma kepada Kakrasana (Nama Prabu Baladewa saat kecil)
Bathara Brahma adalah penguasa api. Makanya dalam kisah fiksi ini senjata pemberiannya berupa Nanggala bisa memusnahkan matahari.
Senjata Nanggala (Gamane Baladewa)
Kalau melihat gambar ilustrasi India, kita akan melihat bentuk senjata ini seperti cangkul namun dengan mata bajak.
Dalam khazanah Budaya Jawa, bentuk nanggala yaitu senjata yang digunakan dengan cara digenggam, berbentuk bulat dan kedua sisinya runcing, terbuat dari kayu.
Jadi kira kira bentuknya seperti pensil yang runcing pada kedua belah ujungnya.
Senjata Nanggala ini sangat sakti. Saking saktinya dia bisa melelehkan gunung, membelah lautan, dan memadamkan matahari .
Bahkan karena kedahsyatannya, senjata ini tidak boleh sembarangan keluar.
Alkisah pada suatu sore Prabu Baladewa keluar dengan membawa senjata nanggala, hal ini membuat dia ditegur oleh para dewa dan diminta untuk tidak memperlihatkannya didepan orang banyak.
Dalam kisah lain menyebutkan lebih detil, saat dia membawa senjata ini dihadang oleh ribuan Dewa yang naik berkuda dan menyuruhnya menyimpannya sampai saat datangnya perang Bharatayudha.
Semenjak itulah senjata Nanggala tidak pernah kelihatan sampai dengan peristiwa perang bharatayudha dalam pertempuran antara Werkudara dengan Prabu Anom Kurupati (Duryudana atau Suyudana).
Sedikit cerita merujuk kepada wayang kulit lakon Jawa, senjata Nanggala ini pernah dipakai Resi Jaladara untuk mengalahkan
Senjata Alugara
Senjata alugara ini berbentuk Gada. Karena keahlian Baladewa dalam memainkan gada, dia menjadi guru Werkudara dan Duryudana dalam menggunakan gada.
Kehebatan senjata alugara ini adalah kemampuannya dalam mengejar musuhnya. Kalau jaman sekarang dia seperti memiliki kemampuan GPS untuk mendeteksi keberadaan dari sang musuh.
Karena kemampuannya mencari dan menemukan musuhnya, maka alugara akan mengejar lawan sampai dia mengenainya.
Keluarnya senjata Alugara ini dalam cerita wayang Jawa yang ada dalam lakon Udawa Waris.
Yaitu kisah tentang wilayah Kademangan Widarakang tidak mau membayar pajak ke Mandura karena merupakan Tanah Merdeka.
Alasannya karena Tanah Kademangan Widarakandang merupakan pemberian dari Prabu Basudewa (Ayahnya Kakrasana/Prabu Baladewa dan Narayana/Sri Khresna), yaitu raja di Mandura sebelumnya.
Kemudian Baladewa mengutus Patih Pragota untuk menanyakan kebenaran tentang Widarakandang yang ingin berdiri sendiri dan lepas dari Mandura.
Dalam hal ini Udawa kukuh mempertahankan Widarakandang sebagai tanah bebas, sesuai janji Prabu Basudewa, yaitu ayahanda dari Baladewa.
Patih Pragota menganggap ini merupakan pemberontakan, kemudian dia bertanding dengan Udawa. Dalam hal ini Udawa lebih hebat dan sakti sehingga Patih Pragota kalah.
Mengetahui Pragota kalah, Baladewa Maju. Namun Udawa dibawa lari oleh ibunya yaitu Dewi Sagopi.
Singkat cerita, Baladewa meminta bukti bahwa Kademangan Widarakandang merupakan tanah perdikan.
Namun sayangnya dalam hal ini Udawa tidak mampu menunjukkan bukti bahwa Widarakandang adalah tanah Perdikan (merdeka).
Jadi Udawa mengetahui bahwa wilayahnya adalah tanah perdikan berdasarkan cerita dari ayahnya yaitu Demang Antagopa.
Kemudian Baladewa menantang Udawa jika bisa mengalahkannya maka Tanahnya merdeka tidak perlu membayar pajak, namun jika Udawa kalah maka aturannya diubah.
Udawa menyanggupi tantangan ini.
Setelah sepakat untuk bertanding, akhirnya keduanya bertemu. Pada moment inilah Prabu Baladewa mengeluarkan senjatanya yang bernama Alugara.
Kemudian patih Udawa juga senjatanya yang bernama keris Kiai Blabar.
Keluarnya keris Kiai Blabar ini membuat Baladewa kaget. Alasannya karena senjata ini merupakan pusaka kerajaan Mandura yang telah lama hilang.
Melihat ini Dewi Sagopi mendekat dan memberikan penjelasan kepada Baladewa, Bahwasanya Udawa adalah anak dari Prabu Basudewa. Karena malu kemudian memberikannya kepada Demang Antagopa.
Sebagai simbol bahwa Udawa adalah anak Basudewa yaitu berupa senjata Kyai Blabar dan Widarakandang sebagai hadiah karena telah merawat anak-anak raja Mandura.
Setelah mendengar penjelasan itu maka Baladewa mengatakan mulai saat itu Kademangan Widarakandang adalah tanah merdeka dan tidak perlu membayar pajak ke Mandura.
Sayangnya, karena batalnya pertempuran ini membuat kita tidak bisa tahu kenyataan bagaimana saktinya senjata gada alugara.
Pada kisah lain, namun tidak ada detil kekuatan alugara yaitu pada saat kasus penculikan Dewi Erawati. Yaitu kematian Raden kartapiyoga karena senjata Gada Alugara ini.
Asmane Garwane Prabu Baladewa lan Asmane Putrane
Garwane prabu Baladewa yaiku Dewi Erawati.
Putrane Baladewa asmane Winata dan Wimuka utawa Wilmuka.
Dewi Erawati, putri sulung dari Prabu Salya, raja di Kerajaan Mandaraka dan ibunya bernama Dewi Pujawati atau Setyawati
Pernikahan antara Baladewa dengan Dewi Erawati bermula dari hilangnya putri Kerajaan Mandrakara saat berada di Tamansari.
Hilangnya Dewi Erawati karena diculik seekor naga yang bernama Ardawalika dari Kerajaan Kiskenda. Dalam kisah lain menyebutkan bahwa yang menculiknya adalah Raden Kartapiyoga, putra Prabu Kurandageni, raja raksasa dari Kerajaan Tirtakadasar.
Tujuannya adalah agar Erawati menjadi istri sang naga dan menjadi permaisurinya. Namun Dewi Erawati tidak menerimanya.
Sumber : hadisukirno.co.id dalama rtikel Dewi Erawati Jogja
Mulanya sebelum Dewi Erawati hilang, ada seorang resi yang bernama Resi Jaladara (ada yang menyebutnya Wasi Jaladara) dari Gunung Rewataka yang melamar Dewi Erawati.
Karena Jaladara hanya seorang resi yang miskin dan penampakan kumal tidak meyakinkan, lamaran ini mendapatkan penolakan dari Prabu Salya.
Setelah penolakan lamaran ini pulanglah resi Jaladara ke Gunung Rewataka dengan tangan hampa dan beberapa saat kemudian hilanglah Dewi Erawati.
Hilangnya Dewi Erawati memunculkan tuduhan bahwa yang menculiknya adalah Wasi Jaladara karena penolakan lamarannya.
Karena hilangnya anaknya ini, kemudian Prabu Salya membuat sayembara.
Sayembara ini berisi barang siapa yang menemukan putrinya, apabila laki-laki akan menikahkannya dengan Erawati, jika perempuan akan mempersaudarakannya.
Dan pada waktu itu Prabu Salya berharap yang menemukan anaknya adalah Prabu Anom Kurupati (Duryudana) yang merupakan raja di Hastinapura.
Singkat cerita akhirnya yang bisa menemukan Dewi Erawati adalah Resi Jaladara yang kemudian akhirnya Prabu Salya menikahkan mereka berdua sebagai suami istri.
Dari istrinya ini kemudian memiliki dua orang putra yang bernama Winata dan Wimuka utawa Wilmuka.