Aturan Pengeras Suara Masjid Mushola Edaran Dirjen Bimas Islam no KEP/D/101/1978
Informasi tentang ketentuan dalam hal tata kelola suara sound sistem tata suara alias pengeras suara di Masjid dan Mushalla berdasarkan surat edaran nomor B.3940/DJ.III/Hk.007/08/2018 tentang pelaksanaan instruksi dirjen Bimas Islam nomor Kep/D/101/1978 tentang tuntunan penggunaan pengeras suara di Masjid, Langgar dan Musholla.
Baca;
Standar Imam Masjid menurut SK Dirjen
Contoh SK Penetapan Imam Masjid Besar Tingkat Kecamatan
Klasifikasi Masjid, Mushola dan Langgar
Pontren.com – berikut adalah rangkuman dari instruksi Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam tentang tuntunan penggunaan pengeras suara pada masjid dan mushola.
Adapun yang dimaksud dengan pengeras suara menurut instruksi ini adalah perlengkapan tehnik yang terdiri dari mikropon, amplifier, loud speaker dan kabel tempat mengalirnya arus listrik.
Pertimbangan pertama, bahwa pengeras suara pada masjid langgar mushola telah menyebar ke seluruh indonesia baik dipergunakan dalam adzan, iqamah, serta pembacaan ayat alquran, membaca doa, peringatan hari besar islam dan lainnya.
Kedua meluasnya penggunaan sound system selain menimbulkan gairah beragama dan menambah syiar kehidupan juga sekaligus pada sebagian masyarakat menimbulkan ekses tidak simpati disebabkan pemakaian tata suara yang kurang memenuhi syarat.
Ketiga, agar pengeras suara milik masjid mushola langgar lebih mencapai sasaran dan menimbulkan daya tarik beribadah kepada Allah SWT, dianggap perlu mengeluarkan tuntunan tentang pengeras suara yang menjadi pedoman takmir pengurus masjid mushola di seluruh Indonesia.
Syarat-syarat Pengeras suara
Dalam rangka tata suara dapat berfungsi sebagaimana tersebut diatas, diperlukan beberapa syarat sebagai berikut;
Kesatu, Perawatan Pengeras suara oleh orang yang mengerti dan terampil, bukan yang masih coba coba atau taraf belajar, dengan demikian tidak didapati suara bising berdengung yang menimbulkan antipati ketidakteraturan masjid musholla maupun langggar.
Kedua, para pengguna pengeras suara (muadzin, pembaca alquran, imam sholat dan yang lain) hendaknya memiliki suara fasih merdu, enak tidak cemplang, sumbang atau terlalu kecil, guna menghindarkan anggapan ketidakteritiban masjid bahkan lebih menjauhkan menimbulkan rasa cinta simpati yang mendengarkan tentunya selain menjengkelkan yang tidak suka.
Ketiga, dipenuhi syarat yang ditentukan syara semisal tidak bolehnya terlalu meninggikan suara doa, dzikir dalam sholat, yang dapat menimbulkan antipati dan keheranan bahwa umat beragama sendiri tidak mentaati ajarannya.
Keempat, dipenuhi syarat syarat dimana orang yang mendengar dalam kondisi siap untuk mendengarkan. Bukan pada waktu tidur, istirahat, sedang beribadah atau upacara. Dalam keadaan demikian (pengecualian panggilan adzan) tidak memunculkan kecintaan orang bahkan sebaliknya. Berbeda pada masyarakat kampung yang kesibukan masih terbatas, maka suara suara keagamaan dari masjid musholla langgar, selain sebagai seruan taqwa dapat dianggap sebagai hiburan mengisi hiburan sekitar.
Kelima, dari tuntunan nabi, suara adzan sebagai tanda masuk shalat memang harus di tinggikan. Karenanya penggunaan suara untuknya tidak dapat diperdebatkan. Yang menjadi perhatian adalah supaya suara muadzin nyaman didengarkan serta syahdu.
Pemasangan Pengeras suara
Dalam rangka tercapai fungsi pengeras suara sebagaimana tulisan diatas, maka pengaturan pemasangan tata suara sound system adalah sebagai berikut;
Pertama, diatur sedemikian rupa sehingga corong keluar dipisahkan dengan salon di dalam, jelasnya terdapat saluran yang khusus ditujukan keluar.
Kedua, adanya kekhususan salon atau salon untuk ruangan dalam pada masjid musholla maupun langgar.
Ketiga, acara yang ditujukan keluar tidak terlalu keras kedalam yang dapat mengganggu orang shalat sunnat atau dzikir berdoa, demikian juga sebaliknya corong suara salon di dalam ruangan tidak terdengar keluar yang dapat mengganggu orang yang sedang beristirahat.
Pemakaian pengeras suara
Pada dasarnya, suara yang memakai pengeras keluar masjid hanyalah adzan sebagai tanda telah datang waktu sholat, demikian juga sholat dan doa pada dasarnya untk kepentingan jama’ah di dalam ruangan masjid atau mushola dan tidak diperlukan pengeras suara keluar dalam rangka tidak melanggar ketentuan syari’ah yang melarang bersuara keras dalam sholat dan do’a.
Sedangkan dzikir pada dasarnya merupakan ibadah individu langsung kepada Allah SWT karena itu tidakdiperlukan penggunaan suara baik kedalam maupun keluar.
Adapun perincian pedoman yang perlu dijadikan sebagai pegangan adalah sebagai berikut;
Waktu sholat subuh
Sebelum waktu sholat shubuh dapat dilakukan kegiatan-kegiatan dengan penggunaan tata suara paling awal 15 menit sebelum waktunya.
Dalam hal ini dapat diisi dengan pembacaan alquran yang bertujuan membangunkan muslimin muslimat yang masih terlelap untuk persiapan sholat, pembersihan diri dan lain sebagainya.
Kegiatan pembacaan ayat suci alquran dapat menggunakan pengeras suara keluar, sedangkan kedalam tidak perlu disalurkan dalam rangka tidak mengganggu jamaah yang sedang beribadah di dalam masjid.
Adzan subuh menggunakan pengeras suara keluar.
Sholat subuh, kuliah subuh dan semacamnya menggunakan pengeras suara (sekiranya perlu untuk kepentingan jamaah) dan hanya menggunakan tata suara dalam ruangan saja.
Waktu Dzuhur dan Jum’at
Lima menit menjelang dzhuhur dan 15 menit menjelang waktu dzhuhur dan jumat supaya diisi dengan bacaan alquran yang ditujukan keluar.
Demikian juga suara adzan bilamana waktu telah tiba.
Bacaan sholat, doa, pengumuman, khutbah dan lain sebagainya menggunakan tata suara dalam ruangan.
Waktu Asar, Magrib Isya’
Pada waktu telah tiba waktu shalat dilakukan adzan dengan pengeras suara keluar dan kedalam
Setelah adzan, sebagaimana waktu yang lain hanya menggunakan suara di dalam ruangan.
Takbir, Tarhim dan Ramadhan
Takbir Idul Fitri Idul Adha dilakukan dengan pengeras suara keluar.
Pada Idul Fitri dilakukan malam 1 syawal dan 1 hari syawal
Pada Idul Adha dilakukan 4 hari berturut-turut semenjak malam 10 dzulhijjah.
Tarhim yang berupa doa menggunakan pengeras suara kedalam, dan tarhim berupa dzikir tidak menggunakan pengeras suara.
Pada Bulan Ramadhan sebagaimana pada hari dan malam biasa dengan memperbanyak pengajian, bacaan alquran yang ditujukan kedalam semisal tadarusan dan lain sebagainya.
Upacara Hari Besar Islam dan Pengajian
Tabligh hari besar Islam maupun pengajian harus disampaikan oleh mubaligh dengan memperhatikan kondisi keadaan audience atau jamaah.
Ekspresi dan raut muka menjadi perhatian dan memberikan bahan kepada mubaligh guna penyempurnaan tablighnya baik dalam hal isi maupun cara penyampaian.
Karena tablig pengajian hanya menggunakan pengeras suara yang ditujukan dalam ruangan, tidak untuk keluar karena tidak dapat diketahui reaksi pendengar atau dapat menimbulkan gangguan bagi orang yang berisitirahat daripada disimak dengan baik.
Pengecualian jika pada hal ini pengunjung tabligh atau pengajian melimpah ruah luber diluar masjid musholla.
Hal yang perlu dihindari
Dalam rangka meraih pengaruh masyarakat dan disukai pendengar, sekiranya untuk menghindarkan hal hal dibawah ini.
Mengetuk-ngetuk pengeras suara, yang secara teknis dapat mempercepat kerusakan pengeras pada peralatan di dalam dan teramat peka terhadap gesekan yang keras.
Kata kata semisal : percobaan satu dua dan seterusnya.
Berbatuk atau dehem melalui peralatan pengeras suara.
Membiarkan kaset atau peralatan digital yang sudah tidak baik suaranya.
Membiarkan dipergunakan pemakaiannya oleh anak anak untuk bercerita maupun yang lain.
Menggunakan tata suara masjid untuk memanggil nama seseorang atau mengajak bangun diluar panggilan adzan.
Suara dan kaset
Sebagaimana telah disebut sebelumnya, suara yang terdengar melalui pengeras suara karena didengar oleh banyak orang diperlukan persyaratan sebagai berikut;
Memiliki suara yang pas, tidak sumbang atau terlalu kecil.
Merdu dan fasih dalam bacaan.
Dalam penggunaan kaset hendaknya dicoba sebelumnya baik dalam mutu maupun lamanya untuk tidak dihentikan secara mendadak sebelum waktunya.
Adzan pada waktunya hendaknya tidak menggunakan kaset atau suara alat kecuali dalam keadaan terpaksa.
Pengeras suara pada masjid langgar mushlola di kampung
Pertama, Secara umum, ketentuan yang ketat berlaku untuk kota besar semisal ibukota Jakarta, Ibukota Provinsi dan ibukota Kabupaten ataupun kota.
Yakni dimana penduduk yang heterogen dan macam macam agama dan kebangsaan? Anek warna dalam jam kerja dan keperluan bekerja tenang di rumah dan lain-lain.
Kedua, untuk masid langgar dan mushola di desa atau kampung pemakaian tata suara dapat lebih longgar dengan memperhatikan tanggapan dan reaksi masyarakat. Pengecualian hal hal yang dilarang oleh syara’.
Dalam aturan ini ditandatangani di Jakarta pada tanggal 17 Juli 1978 oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Drs. H. Kafrawi MA.
Download instruksi dirjen Bimas Islam nomor Kep/D/101/1978 tentang tuntunan penggunaan pengeras suara di Masjid, Langgar dan Musholla
Berikut ini adalah penampakan instruksi dimaksud dalam format PDF yang dapat anda unduh sebagai pegangan tambahan pengetahuan mengenai panduan dalam tata kelola suara pada masjid.
Entahlah ada juga aturan yang mengatur suara lonceng yang suaranya mendadak dan mengejutkan sampai saat ini saya belum menemukannya.
Pingback: Manajemen Masjid Bidang Imarah Dirjen Bimas Islam Kemenag | Informasi TPQ Madin Pesantren