Beberapa hal yang menjadi kekhawatiran orang tua wali santri saat awal anak mulai masuk belajar di pondok pesantren.
pontren.com- assalaamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh – Termasuk usaha dan ikhtiar yang dilakukan guna kepentingan anak sukses dan tekun belajar serta krasan di lingkungan ponpes.
Saat ini pondok pesantren merupakan alternatif pendidikan yang mulai banyak mendapat tempat di kalangan orang tua maupun bagi sang anak itu sendiri.
Kehidupan di pesantren merupakan situasi dimana anak mau tidak mau banyak mengurus diri sendiri dan mengatur segala urusan pribadi tanpa menggantungkan kepada orang tua. Karena kehidupan yang di asramakan.
Dengan kehidupan berasrama menjadikan orang tua tidak bisa setiap saat melihat tumbuh kembang anak serta kegiatan atau keluh kesah anak.
Hanya asumsi yang ada di pikiran, anak saya bagaimana, anak saya sedang apa, apa dia sehat maupun yang lainnya.
Bersyukurnya saat ini komunikasi mudah dilakukan dengan adanya telfon seluler dan wartel yang menjembatani kabar antara orang tua dengan anak mondok.
Perasaan orang tua ketika awal anak berada di pondok
Ketika bertanya kepada pelaku sejarah yang anak pertama mulai di pondok pesantren, bagaimana sih rasanya anak di pondok?
Jawabnya nano-nano (rame rasanya) beraneka rasa perasaan campur aduk.
Yang jelas secara kerepotan bisa di bilang tidak ada.
Atau malah mengurangi kerepotan dirumah, jadi tidak berantem dengan anak, tidak capek nyuruh nyuruh, malah yang dulu sering gedeg menjadi kangen (begitulah, tidak ada di kangeni, kalau ada di omeli).
Mungkin kegiatan yang agak merepotkan adalah menjenguk anak (bagi yang lokasinya sangat jauh).
Akan tetapi terkadang malah kegiatan ini menjadi refreshing sambil jalan jalan menikmati perjalanan melupakan sejenak pekerjaan dan sedikit masalah di dunia kerja maupun rame dengan tetangga ๐ .
Kekhawatiran orang tua yang umum terjadi
Sudah jamak lumrah orang tua mengkhawatirkan anak yang biasanya usia lulus sd menjadi santri di pontren.
Hal yang sering dikhawatirkan oleh orang tua (utamanya jika anak tersebut adalah anak mbarep/anak pertama) dikala anak nya awal mondok.
Tterutama oleh orang tua yang pernah merasakan pendidikan di pesantren.
Kekhawatiran yang umumnya terjadi diantaranya adalah :
- Anak tidak krasan di pesantren
- Anak jatuh sakit (terutama yang pernah mengalami riyawat sakit dari rumah)
- Khawatir anak tidak disukai oleh teman temannya
- Keberatan dengan pelajaran yang banyak
- Klenger dengan sebreg kegiatan di pondok pesantren
- Di bully teman yang lain (bagi yang anaknya lugu culun pendiam atau gimana gitu)
- Tidak cocok menu makanan
Itulah beberapa hal yang umum dikhawatirkan oleh ibu atau ayah sang santri putra ataupun putri. Terlebih lagi santriwati yang mana anak wanita biasanya lebih melankolis dibanding dengan santriwan yang cuek dan kurang peka.
Tips mengatasi kekhawatiran dan gundah gulana
Disarikan tips dari ibu santriwati di pondok pesantren modern, beliau mendapat arahan dari ibunya.
Guna mengatasi kekhawatiran di hati serta supaya belajar anak lebih lancar dan baik serta kegiatan bersosialisasi dengan rekan di pondok bisa indah, beliau bercerita mengikuti saran dari oran tuanya.
Saran dari simbah si santri adalah supaya orang tua banyak tirakat, bedoa semoga anak disayang teman teman, puasa senin kamis (mayan idep idep leren maem akeh) dan lain lain (bisa solat hajat, tahajjud, whatsappan, tadarus alquran dan lain lain.
Menurut kisahnya dan bagi dia merupakan hal diluar dugaan, sang anak banyak rekan dan disayang kakak kelas serta happy (krasan) di pondok.
Dan alhamdulillah lagi apa yg dia pengen tercapai pengen ikut program tahfidz qur’an.
Selain dengan tirakat, Jauh-jauh bulan sebelum dia mondok, oleh mamanya sudah disiapkan bekal yang lumayan buat dia, dipesan selalu baik sama orang, sayang sama temennya, kalo bisa hindari masalah, fokus belajar, cuek apa yg diomongin orang, berdoa semoga cita2 nya tercapai
Awalnya saya kira bekal yang banyak itu berbentuk deposito atau tabungan, ternyata maksudnya adalah bekal strategi hidup di pesantren (ternyata ibunya juga lulusan pesantren)
Setelah tirakat, strategi dan pesan di pesantren, komentar beliau adalah yang paling penting orang tua harus lebih siap secara mental, jd ga dibatin terus anakke, serahkan smua sama Allah…
Tindakan lahiriah guna peningkatan kekrasanan anak dan semangat belajar di pondok pesantren
Setelah tadi ulasan mengenai usaha secara bathiniah, iseng iseng ditanyakan apa sih usaha secara lahiriah yang dilakukan supaya anak kerasan?
Misalnya kasih jajan duit segepok atau belikan iphone, baju model terbaru atau tas luis vuitton atau apalah gitu?
Ternyata tidak ada usaha yang bersifat fisik yang menonjol dilakukan olehnya.
Berdasarkan pengamatan pribadi nya ternyata usaha bathiniah orang tua lebih manjur dan mengena dalam anak belajar di pondok
Jadi komentar kongkritnya begini;
Jujur gada yg aku lakuin selain trs kasih motivasi, tp sebenernya nek tak pikir bukan itu yg penting…
Jujur yg aku rasain efeknya ya dari doa dan tirakat, dengan gitu ortunya ayem otomatis anaknya ikut ayem
Byk temen yg trs motivasiin anaknya, tp hasilnya tetep zonk.
Kenapa hasilnya zonk?? Anaknya kabur kah?
Dijawab seperti ini โAku selalu bilang sama anakku, sebenernya ibuk tu pengen bgt tiap hari sama kakak, ngelonin kakak terus, liat kakak tiap hari, tapi ibuk tu juga takut besok kalo kakak udah gede ato udah dewasa/menikah kakak ga begitu tau ilmu agama, kakak bakalan nuntut ibuk bapak, knapa dl ga diarahkan, nti smua bakalan nyesel
Penanya,โContoh zonk seperti apa sih?
Wali santri,โ Anakke tetep rewel minta pindah, pdhl udah berbulan2 di pondok
Penanya,โ ra mbok lokne,โ
Penanya,โkowe kurang tirakat ๐
Kisah awal anak ngabari keadaan di pondok
Yang sering dialami oleh orang tua, terutama dari pihak ibu, biasanya selama seminggu kondisinya kangen melulu, dan disaat pertama telfon, umumnya sang anak banyak curhat cerita yang gak enak disampaikan si anak kepada sang mama.
Tidak menutup kemungkinan sih berkisah yang happy tapi umumnya tidak lebih dari 30% anak yang begitu).
“Aku sekali tok kae ditelfon mewek, dekne curhat ada temen dpn kamarnya yg sadis, dia telfon sambil nangis, aku ikutan nangis, tapi hbs itu aku nyuesel polll… Aku bertekad ga boleh gt lagi, harus ttep bisa nenangin anak…”
Intinya adalah sebaiknya orang tua menguatkan sang anak dan jangan baper sehingga santri menjadi semakin menjadi jadi kegalauannya kalau melihat emaknya ikutan nangis.
Itulah sekelumit cerita. Selamat melanjutkan aktivitas.
Kalau awal-awal sih memang wajar anak kangen sama orang tua. Namanya kan proses adaptasi. Nanti juga lama-lama malah betah sendiri di rantau, eh di pesantren maksudnya. ๐
pengalaman di rantau niiiichhh