Tradisi makan bersama khas santri pondok pesantren yang dinamakan dengan mayoran. pada ponpes mempunyai beberapa istilah yang khas pada khas pada kalangan santri, misalnya ya mayoran ini, lha saya juga baru paham setelah beberapa tahun lamanya.
pontren.com – assalaamu’alaikum wa rahmatullahi wa baratuhu, mayoran Berupa masak secara ramai ramai dilanjut makan bersama dan diakhiri beberes bareng di kompleks atau lingkungan ponpes.
kegiatan ini lazim bagi kalangan santri, Baik murid salaf atau di pontren modern, meskipun pada ponpes modern mungkin saja menggunakan istilah makan bersama, bareng-bareng (mabar), bukan main game bareng.
Asal Muasal Kata Mayoran
Dikutip dari tebuireng.online bahwasanya kata mayoran berasal dari Bahasa Jawa yang mempunyai arti “makan bersama”.
Akan tetapi sampai saat ini belum dapat diketahui semenjak kapan dan dimana budaya mayoran atau penamaan mayoran dilakukan.
Bisa jadi budaya masak bersama kemudian santap bareng ala santri pondok pesantren ini telah ada sebelum penamaannya.
Baru kemudian di istilahkan secara baku di kalangan pondok pesantren.
Atau merupakan serapan kata umum yang kemudian menjadi khusus “pesta masak dan makan bareng” di pondok pesantren, khususnya salafiyah dan kombinasi pontren salafiyah dan khalafiyah.
Hal yang umum terjadi pada saat mayoran di pondok pesantren
Umumnya mayoran melibatkan kelompok santri yang mempunyai kesamaan diantaranya seperti kesamaan kamar, kompleks, kelas, konsul (asal daerah) atau ada di satu asrama.
Selanjutnya mayoran kerap dilakukan pada saat ada momen tertentu. Contohnya setelah jam’iyyah, selepas semesteran, ada kegiatan yang besar di pondok dan lain sebagainya.
Urutan mayoran biasanya pembagian tugas, kalau ada urunan ya bantingan biaya, kemudian mencari kayu atau bahan bakar bersama-sama, masak ramai-ramai, dan makan bareng.
Kadangkala tempat makan juga dalam satu wadah nampan besar atau tampah atau apalah tergantung ketersediaan tempat makan.
Selanjutnya dibereskan barsama sama juga. Kecuali kalau alasnya dari daun jati atau godhong gedang alias daun pisang, malah tinggal buang sampah sekalian wadahnya.
Menu makanan yang sering dibuat pada saat mayoran
pada ghalibnya mayoran ala pondok pesantren tidak menyajikan makanan dengan bahan yang relatif mahal.
Pemilihan bahan yang sederhana dan mudah didapat merupakan menu umum yang dibuat.
Contoh menu mayoran seperti : sambel tomat, terong bakar dan tentunya ada nasi untuk disantap. Lauk pauk berupa tahu tek, tempe penyet, jangan gori maupun lodeh, pada masa lalu kadang termasuk menu agak istimewa.
Pada saat idul adha, bisa jadi tidak termasuk mayoran karena bahannya yang berlimpah berupa daging sapi, kambing.
Bisa dikatakan sebagai pesta daging qurban, saat ini ada sedikit pergeseran menu mayoran dimana ada sedikit aroma amis (daging ayam?) atau semacamnya.
Dengan adanya perkembangan zaman maupun ekonomi (walau tidak semua begitu, bisa jadi masih ada yang bertahan dengan tradisi lama pada pondok pondok kuno yang legendaris dan masih keukeuh dengan metode, cara dan gaya kepengurusan pondok pesantren).
Beda Budaya Mayoran antara santri salafiyah dengan santri Pondok Pesantren Modern
Sepertinya memang istilah mayoran “hanya” dikenal di kalangan santri salafiyah.
Akan tetapi budaya masak bersama di pondok pesantren modern juga ada.
Perbedaan yang bisa di saring adalah, umumnya santri modern dalam acara masak memasak hanya melibatkan beberapa gelintir orang, sekitar 3-5 orang.
Sedangkan pada santri salafiyah bisa dalam jumlah yang banyak. Santri modern biasanya sudah di fasilitasi dengan dapur umum untuk dimasakkan oleh juru masak.
Hal ini menjadikan santri pontren modern tidak memiliki dapur khusus guna pelaksanaan masak bersama.
Pada santri salafiyah, masih ada beberapa pondok pesantren yang menyediakan lokasi khusus jika ada santri yang ingin memasak.
Penamaan masak bersama dan santap bareng pada santri pondok pesantren salafiyah sudah baku atau paten dengan kata “mayoran” sedangkan bagi santri modern tidak ada kata baku untuk kegiatan masak bersama.
Paling banter dinamakan “masak-masak” atau “masak bareng”.
Bahan baku santri salafiyah sering dominan dengan kayu bakar, kompor atau gas dan yang semisal.
Pada santri pondok modern, karena tidak ada ketersediaan lokasi masak khusus, umumnya masak di dalam kamar atau jemuran.
Bahan bakar yang sering di pakai yaitu heater atau pemanas, lilin, paravin dan alat buatan sendiri semisal pemanas (umumnya terbuat dari sendok yang di sambung dengan kabel dan di beri stop contact)
Manfaat Mayoran bagi santri Pondok Pesantren
Dalam suatu kegiatan, kalau di cermati secara mendetail pastinya ada sisi negatif maupun positifnya, menurut pontren.com ada beberapa faidah yang bisa dipetik dari mayoran ini. Diantaranya adalah :
Santri belajar manajemen atau organisasi
Dengan adanya mayoran, santri secara tidak langsung belajar pembagian tugas dan kebersamaan melakukan sesuatu.
Dengan begitu bagaimana santri menerima tugas dan menjalankan apa yang dibebankan kepadanya, semisal tugas menjadi koki atau belanja, maupun mencari bahan atau membagi nasi lauk dan semacamnya pada nampan.
Bukan hanya menerima tugas dan menjalankan, tapi juga berbesar hati untuk disuruh oleh orang lain dikasih tugas, juga belajar mengatur orang banyak dengan membagi tugas dan melakukan cek suatu pekerjaan sudah beres atau belum.
Mempererat ukhuwah islamiyah
Dengan adanya kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pembagian tugas, pencarian bahan, masak, eksekusi makanan dan membersihkan semuanya selepas selesai mayoran.
Ada sisi ukhuwah islamiyah yang terpupuk di dada para pelaku mayoran.
Kebersamaan yang baik dan kompak santri dalam kegiatan ini juga bisa berakibat semakin erat ikatan batin antar santri pondok pesantren
Sebagai salah satu kenangan indah nanti selepas boyong dan ketemu teman
Bisa jadi ada kejadian unik disaat mayoran sehingga dikala sudah boyong dari pondok pesantren dan sillaturrahmi ke tempat rekan atau kebetulan ketemu di kegiatan, bisa menjadi cerita kenangan manis yang menghangatkan suasana.
Suatu saat cerita yang dulu tidak mengenakkan semisal tidak dapat bagian jatah makan atau lauk pas mayoran menjadi cerita kisah manis yang dijadikan cerita kepada anak cucu.
Atau bahan bercanda disaat bertemu dengan teman semasa di pondok.
Disiplin kolektif santri
Hampir sama dengan belajar manajemen. Akan tetapi ada sisi lain dimana mayoran menjadi ajang disiplin kolektif atau kebersamaan para santri.
Dimana akan ada pengingat dari santri lain jika ada pesertanya yang kendor dalam menjalankan tugasnya.
Semisal pencari kayu bakar tidak segera mencari bahan atau petugas belanja yang kurang cermat berbelanja maka akan segera dikasih tahu oleh teman yang lain.
Sebagai tradisi khas yang ada di pondok pesantren
Roda kehidupan berjalan, akan tetapi walau sudah jauh berkurang, tetap saja ada tradisi mayoran di pondok pesantren.
Santri salafiyah dapat dipastikan tau dan paham jika ada orang berkata mayoran.
Berbeda dengan santri pondok pesantren modern, tidak semua tahu apa itu mayoran, walaupun mereka juga pernah melakukan kegiatan yang bisa dikatakan sama persis.
Keberadaan ciri khas yang sudah melekat ini bisa menjadi brand image pondok pesantren dan sarana santri belajar mandiri dan pendidikan khas alamiyah di pesantren.
Dengan begitu bisa terjaga pendidikan yang alamiyah dan mentradisi di pontren.
Mayoran di era sekarang
Dengan semakin pentingnya selembar kertas ijazah, banyak pondok pesantren yang menyesuaikan dengan kondisi zaman berupa penyediaan sekolah yang berijazah diakui oleh negara.
Lambat laun diikuti juga dengan fasilitas katering atau resto santri makan. Dimana dapur hanya berfungsi sebagai tempat para pekerja untuk mengolah makanan yang disajikan kepada santri.
Dengan keadaan seperti ini menjadikan kegiatan mayoran berkurang banyak, utamanya pesantren yang dulunya tidak menyediakan makan bagi santri kemudian beralih model menjadi pesantren yang memiliki pegawai dapur.
Walaupun sudah nampak penurunan kegiatan mayoran, akan tetapi sepertinya juga belum dikatakan memasuki era kepunahan.
Pada pondok pesantren kombinasi salafiyah khalafiyah masih tetap ada tradisi masak bareng santap rame rame pada momen momen tertentu walaupun pada pondok pesantren tersebut disediakan fasilitas sarapan pagi dan makan malam.
Begitulah sekilas tentang tradisi mayoran, jika ada informasi yang baik untuk ditambahkan maka kami sangat berterima kasih sekali untuk melengkapi tulisan ini. Salam makan bareng. Ojo lali sambel teronge. wassalaamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu.