mendapat kunjungan dari pengasuh pesantren Temboro
pontren.com – Ideologi Pendidikan Pesantren Temboro. Tulisan Dr. Zainal Arifin, S.Pd.I, MSI (Dosen UIN Suka Yogyakarta) dalam Disertasi dengan Judul Kepemimpinan Spiritual Pesantren Temboro, Strategi Kebudayaan Kiai dalam Membentuk Perilaku Religius.
Berdasarkan hasil kajian kurikulum di Pesantren Temboro dengan perspektif analisis teori pemikiran pendidikan Islam M. Jawwad Ridlo dan teori ideologi pendidikan William F O’neil, maka dapat disimpulkan bahwa ideologi pendidikan yang berkembang di Pondok Pesantren al-Fatah Temboro, yaitu Religius-Konservatif dan Fundamentalisme-Religius dan Konservatisme- Religius. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
Ideologi pendidikan di sini dimaknai sebagai ide, paham, atau sistem nilai yang diyakini oleh stakeholder Pesantren Temboro yang menjadi landasan dalam praktik pendidikan Islam Pesantren Temboro.
Untuk menganalisis ideologi pendidikan Islam Pesantren Temboro, peneliti menggunakan teori pemikiran pendidikan Islam M. Jawwad Ridlo yang terbagi menjadi tiga, yaitu:
religius konservatif,
religius rasional, dan
pragmatis instrumental (Muhammad Jawwad Ridla, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam Perspektif Sosiologis-Filosofis, (terj.) oleh Mahmud Arif, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002).
Berdasarkan kajian kurikulum Pesantren Temboro di atas, ideologi pendidikan Pesantren Temboro dapat dikategorikan sebagai pesantren yang berideologi religius konservatif.
Menurut M. Jawwad Ridla, ideologi ini bergumul dengan persoalan pendidikan murni keagamaan, hanya mencakup ilmu-ilmu yang dibutuhkan saat sekarang (hidup di dunia) yang jelas-jelas akan membawa manfaat kelak di Akhirat.
Aliran ini mengklasifikasikan ilmu menjadi dua, yaitu:
(1) ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap individu (Ulum al-Faraid} al-Diniyyah) dan;
(2) ilmu yang wajib kifayah untuk dipelajari (Ibid., 74-76).
Pandangan ini berdampak pada mementingkan untuk mempelajari ilmu-ilmu agama saja dan mengesampingkan ilmu-ilmu umum, seperti Sains dan Humaniora.
Pandangan ideologi Religius-Konservatif dalam pendidikan Islam di Pesantren Temboro nampak dalam tujuan pendidikannya untuk belajar kehidupan nabi Muhammad, menyebarkan Islam ke lapisan masyarakat dengan dakwah, dan mencetak santri yang berprestasi, ahli ilmu, ahli dakwah, ahli zikir, ahli ibadah, dan berakhlak mulia. Walaupun Pesantren Temboro membuka kelas formal, tetapi pendidikan Diniyyah lebih dipentingkan bagi santri, karena untuk bekal hidup di Akhirat.
Hal ini dipengaruhi karena sistem pendidikan Pesantren Temboro menggunakan sistem Salafiyah yang fokus pada kajian kitab-kitab klasik dan sistem modern dengan membuka madrasah formal.
Akan tetapi yang paling dominan adalah kajian kitab-kitab klasik untuk mendalami ajaran Islam. Slogan ilmu agama lebih penting daripada ilmu umum sangat kental di pendidikan Pesantren Temboro.
Fundamentalisme-Religius dan Konservatisme-Religius
Kurikulum pendidikan Islam Pesantren Temboro jika dianalisis dengan teori ideologi pendidikan William F O’neil, maka kurikulum Pesantren Temboro dapat dikategorikan ke dalam ideologi pendidikan
(1) fundamentalisme pendidikan religius dan;
(2) konservatisme pendidikan religius.
Pertama, ideologi fundamentalisme pendidikan religius memiliki ciri khas dalam komitmen kuat terhadap pandangan atas kenyataan yang cukup kaku serta harfiyah (O’neil, Ideologi-ideologi…, 105).
Model pandangan harfiyah (tekstual-normatif) di al-Fatah nampak dalam penafsiran teks ajaran Islam (al-Qur’an dan al-Hadis).
Kedua, ideologi konservatisme pendidikan religius menekankan pada latihan rohani sebagai landasan pembangunan karakter moral yang tepat (Ibid., 106).
Pelatihan rohani di al-Fatah dapat dilihat dari pengamalan ideologi Jamaah Tabligh dalam kehidupan santri, misalnya dalam kegiatan khuruj fi sabilillah dengan tujuan untuk memperbaiki moral pribadi dan moral masyarakat.
Menurut Achmadi, secara teologis aliran (ideologi konservatif) ini merujuk pada teologi jabariyyah (Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam Paradigma Humanisme Teosentris, edisi revisi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 5).
Dampak dari pemikiran konservatif dan fundamentalis dalam pemikiran agama di al-Fatah adalah lebih cenderung memiliki penafsiran terhadap teks al-Qur’an dan hadis secara tekstual-normatif dan berteologi Jabariyah. Pemikiran Jabariyah ini nampak pada keyakinan penuh terhadap takdir Allah, misalnya masalah rezeki.
Sebagaimana hasil wawancara dengan Abdur Rouf, santri program daurah bahwa,
‚Kiai al-Fatah menyakinkan kepada para santrinya untuk percaya kepada Allah bahwa rezeki sudah diatur oleh Allah dan tidak perlu khawatir terhadap rezeki. Selain itu, para santri diajari beberapa amalan/doa untuk menarik rezeki (Hasil wawancara dengan Abdur Rouf, santri program Daurah asal dari NTB di masjid Trankil pada tanggal 15 Januari 2015, jam.09.40-11.20 WIB).
pontren.com – Informasi mengenai metode atau cara mengajar pada pondok pesantren Al Fatah Temboro berdasarkan hasil penelitian Dr. Zainal Arifin, S.Pd.I., MSI (Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) yang termaktub dalam disertasi dengan judul KEPEMIMPINAN SPIRITUAL PESANTREN TEMBOROS, trategi Kebudayaan Kiai dalam Membentuk Perilaku Religius.
Tipologi Pesantren Temboro sebagai pondok pesantren campuran antara sistem tradisional (Salafiyah) dan modern, memiliki kelebihan dalam penerapan metode pendidikan Islam yang lebih dinamis, misalnya: metode klasikal, bandongan, sorogan, diskusi, dan bah}s|ul masail. Semua metode tersebut dipraktikkan oleh para kiai/ustadz al-Fatah dalam proses belajar- mengajar baik di kelas Formal, Diniyyah, Tahfidz, Daurah, maupun kelas Takhasus. Berikut ini penjelasan implementasi beberapa metode pembelajaran di Pesantren Temboro :
yang biasa dilakukan di sekolah atau madrasah. Seorang ustadz atau kiai mengajar di kelas-kelas yang setiap kelas terdapat beberapa santri.‛(Hasil angket terbuka dari Ustadz Lutfi al-Hasyimi, S.Pd.I (pengajar di kelas formal Pondok Utara), diambil pada tanggal 28 September 2014). Metode klasikal digunakan di kelas-kelas formal, khususnya di Pondok Utara.‚ kelas yang digunakan oleh santri merupakan kamar yang digunakan untuk tidur sekaligus belajar.‛( Hasil observasi dan wawancara dengan santri kelas XI-XII MA dan ust Lutfi al-Hasyimi, S.Pd.I di Pondok Utara (kelas formal) pada tanggal 16 Januari 2015, jam. 08.15 – 09.20 WIB).
Metode Bandongan
bandongan pondok pesantren
Metode Bandongan artinya belajar secara kelompok yang diikuti oleh seluruh santri. Kiai menggunakan bahasa daerah (Jawa) dalam menerjemahkan kalimat demi kalimat (kata demi kata) dari kitab yang dipelajari (Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS, 1994 hal 61).
Bandongan juga disebut sebagai metode Wetonan berasal dari kata wektu (Jawa) yang artinya waktu, sebab pengajian (kiai) diberikan pada waktu-waktu tertentu. (Marwan Saridjo, Pendidikan Islam Dari Masa ke Masa Tinjauan Kebijakan Publik Terhadap Pendidikan Islam di Indonesia, cet. ke-2, (Bogor: Yayasan Ngali Aksara dan al Manar Press, 2011), hal. 40).
Wetonan juga diartikan sebagai bentuk pengajaran kolektif di mana santri secara bersama-sama mendengarkan seorang ustadz atau kiai yang membaca, menerjemahkan, menerangkan, dan mengulas kitab berbahasa Arab tertentu (Amin Haedari, dkk. Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Kompleksitas Global, (Jakarta: IRD Press, 2004), 15).
Menurut Ustadz Lutfi,
‚…di Al-Fatah, metode bandongan (wetonan) diterapkan di semua kelas, baik kelas formal, diniyyah, tahfiz, daurah, maupun takhasus. Kiai atau ustadz membacakan kitab, lalu santri menyimak dan mengartikan kitabnya dengan makna bahasa Jawa (Hasil angket terbuka dari Ustadz Lutfi al-Hasyimi, S.Pd.I (pengajar di kelas formal Pondok Utara), diambil pada tanggal 28 September 2014.)
c. Metode Sorogan
Istilah Sorogan berasal dari kata Sorog (bahasa Jawa) yang berarti menyodorkan kitabnya di hadapan kiai dan pembantunya (Saridjo, Pendidikan Islam…, 40).
Metode Sorogan adalah belajar secara individual dengan cara seorang santri berhadapan dengan kiai, sehingga terjadi interaksi saling mengenal di antara keduanya (Mastuhu, Dinamika Sistem…, 61).
Sorogan merupakan metode pengajaran individual yang dilaksanakan di pesantren. Dalam aplikasinya, metode ini terbagi menjadi dua cara, yaitu:
(1) bagi santri pemula dengan mendatangi kiai (ustadz) yang akan membacakan kitab tertentu dan
(2) bagi santri senior dengan mendatangi kiai (ustadz) supaya mendengarkan sekaligus memberikan koreksi terhadap bacaan kitab (Haedari, dkk, Masa Depan…, 15).
Metode Sorogan di al-Fatah digunakan dalam pembelajaran di kelas 3 sampai Daurah 2. Santri yang membaca kitab dengan arti Jawa, lalu kiai/ustadz sesekali menjelaskan maksud atau meluruskan bacaan santri yang salah (Hasil angket terbuka dari Ustadz Lutfi al-Hasyimi, S.Pd.I (pengajar di kelas formal Pondok Utara), diambil pada tanggal 28 September 2014).
Metode Ceramah dan Diskusi
mendapat kunjungan dari pengasuh pesantren Temboro
Metode pengajaran bagi kelas Takhasus 1 dan kelas Takhasus 2 menggunakan metode ceramah dan diskusi dengan bahasa Arab.
Di Takhasus 1 dan 2, al-Fatah mendatangkan tenaga pengajar langsung dari Yaman (Hasil angket terbuka dari Ustadz Lutfi al-Hasyimi, S.Pd.I (pengajar di kelas formal Pondok Utara), diambil pada tanggal 28 September 2014).
Seringkali, dalam diskusi dilakukan dengan halaqah, yaitu berarti lingkaran murid, atau sekelompok santri yang belajar di bawah bimbingan seorang ustadz dalam satu tempat (Haedari, dkk. Masa Depan.., 15).
Menurut Jailani‚ metode diskusi seringkali digunakan untuk mendiskusikan kitab antara kiai/ustadz dengan para santrinya (Hasil wawancara dengan Jailani (santri Takhasus: 10 tahun di pesantren) pada 25 Juli 2014 dan 26 Juli 2014 saat sedang khuruj fi sabilillah di Masjid Baitus Sholihin Tanjung Sepreh Magetan).
Metode Bahs alMasail
Bahs al-Masail dapat diterjemahkan membahas masalah-masalah. Metode Bahs al-Masail berarti metode pengajaran untuk membahas masalah-masalah keagamaan di zaman kontemporer di mana masalah-masalah tersebut belum dibahas dalam kitab-kitab klasik, misalnya masalah Bayi Tabung, Keluarga Berencana (KB), dan lain-lain.
Menurut Jailani,
‚…metode Bahs al-Masail dilakukan untuk membahas masalah-masalah kontemporer dan dilakukan seminggu sekali dengan beberapa ustadz senior (Hasil wawancara dengan Jailani (santri Takhasus: 10 tahun di pesantren) pada 25 Juli 2014 dan 26 Juli 2014 saat sedang khuruj fi sabilillah di Masjid Baitus Sholihin Tanjung Sepreh Magetan).
Begitulah metode mengajar pada pondok pesantren Al Fatah Temboro berdasarkan tulisan Disertasi Dosen Tarbiyah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. semoga menambah wawasan peminat jamaah tabligh baik secara perilaku spiritual ibadah maupun kajian ilmiah.
pontren.com – informasi mengenai jadwal kegiatan harian bagi santri pondok pesantren al fatah temboro sebagai patokan dalam aktivitas sehari-hari dalam bermukim di pondok.
Informasi ini diambilkan dari disertasi Dr. Zainal Arifin, S.Pd.I, MSI. Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Fakultas Tarbiyah. Mendapatkan predikat Cum Laude (sangat memuaskan). Berikut keterangan serta jadwal santri pondok pesantren Al Fatah Temboro Jawa Timur.
Selain pembelajaran kitab, Pesantren Temboro sangat disiplin dalam mendidik para santrinya. Dalam setiap harinya, al-Fatah telah menerapkan beberapa program/kegiatan. Hal ini diamini oleh Samidi, salah satu wali santri Pesantren Temboro yang menjelaskan kegiatan harian anaknya yang sedang belajar di MTs Pesantren Temboro (Hasil wawancara dengan bapak Samidi dan istrinya (Ibu Sutini) di rumahnya. Mereka adalah wali santri (Angga kelas F program formal) Pesantren Al-Fatah Temboro, pada Selasa, 14 Oktober 2014 jam 19.15-20.00 WIB).
berikut adalah jadwal kegiatan sehari hari santri pada pondok pesantren Temboro berdasarkan disertasi Zainal Arifin. dimana pada jadwal ini tertera jam beserta kegiatan yang dilakukan oleh anak didik pada lembaga pendidikan dimaksud.
1. 03.00-06.30
a. Sholat tahajud secara individual di Masjid
b. Membaca wirid dan Al-Qur’an
c. Sholat shubuh berjamaah
d. Membaca ayat-ayat Hi} rzi, seperti yasin, atau ayat- ayat pilihan untuk perlindungan diri.
e. Musyawarah kamar untuk muhasabah kegiatan semalam dipimpin oleh Amir, senior dari kelas atas. (kelas 2/3)
f. Program makan/mandi (kalau sempat)
2. 06.30- 09.30 Kajian kitab diniyyah
3. 09.30- 11.30 Istirahat (tidur)
4. 11.30- 13.00 Makan siang dan sholat Dhuhur
5. 13.00- 15.30 Pelajaran formal
6. 15.30- 17.20 Sholat Ashar, membaca ayat Hirzi, mendengarkan bayan kiai kemudian dilanjutkan makan sore
Mendahulukan Kurikulum Diniyah
santri belajar di kelas
Berdasarkan tabel di atas, sistem pembelajaran santri di kelas formal (MI-MA) lebih mendahulukan pembelajaran kurikulum diniyyah, yaitu mulai jam 06.30-09.30 daripada kurikulum formal dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag), yaitu mulai jam 13.00-15.30. Tradisi ini jarang sekali dilakukan di pondok pesantren yang lain.
Biasanya di beberapa pondok pesantren, khususnya pesantren tradisional (madrasah diniyyah) memberikan kesempatan bagi para santri untuk belajar kurikulum formal di pagi hari, kemudian untuk sore hingga malam hari baru diberikan kurikulum Diniyyah di pondok masing-masing. Tujuan al-Fatah lebih mendahulukan kurikulum diniyyah daripada kurikulum formal adalah untuk menekankan pentingnya pendidikan diniyyah daripada pendidikan formal (materi pelajaran umum).
Menurut Abdur Rouf,
‛Ketika kiai ditawari pemerintah agar santri yang sudah menyelesaikan pendidikan Takhasus diberikan ijazah formal setara Strata Satu (S1), ditolak oleh kiai. Kiai tidak ingin santrinya menjadi pegawai (PNS) sehingga melupakan kewajibannya untuk memakmurkan masjid dan berdakwah‛.93 *)
93*) Hasil wawancara dengan Abdur Rouf, santri program Daurah asal dari NTB di Masjid Trankil pada tanggal 15 Januari 2015, jam.09.40-11.20 WIB.
Pontren.com – mengupas tentang kurikulum pondok pesantren Al Fatah Temboro Jawa Timur. Tulisan Dr. Zainal Arifin, S.Pd.I., MSI (Dosen Tarbiyah Universitas Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta) dalam Disertasi KEPEMIMPINAN SPIRITUAL PESANTREN TEMBOROStrategi Kebudayaan Kiai dalam Membentuk Perilaku Religius.
Baca :
Link1
Link2
Link3
Tujuan Utama Pendidikan di Pondok Pesantren Temboro
santri ponpes banu Salamah
Tujuan utama pendidikan di Pesantren Temboro yaitu:
belajar tentang nabi, dakwah nabi, dan dakwah ila Allah,( Hasil wawancara dengan K.H. Umar Fathullah pada tanggal 9 September 2014, di ndalem Pondok Pusat al-Fatah, jam. 13.30 WIB) ‚
mencetak ahli agama, (Hasil wawancara dengan Jailani (Santri Takhasus: 10 Tahun di Pesantren) pada 25 Juli 2014 Pada Tanggal 26 Juli 2014 Saat Sedang khuruj fi sabilillah di Masjid Baitus Sholihin Tanjung Sepreh Magetan.)‚
menyebarkan agama Islam ke lapisan masyarakat melalui kegiatan khuruj (Hasil wawancara dengan Jailani (Santri Takhasus: 10 Tahun di Pesantren) pada 25 Juli 2014 Pada Tanggal 26 Juli 2014 Saat Sedang khuruj fi sabilillah di Masjid Baitus Sholihin Tanjung Sepreh Magetan) dan‚ memperbaiki diri dan menegakkan perjalanan dakwah rasulullah. ( Hasil wawancara dengan bapak Samidi dan istrinya (Ibu Sutini) di rumahnya. Mereka adalah wali santri (Angga kelas F program formal) Pesantren Temboro, pada Selasa, 14 Oktober 2014 jam 19.15-20.00 WIB)
Tujuan pendidikan ini juga sesuai dengan motto al-Fatah yang sering disebut Syi’ar al-Ma’had, yaitu:
1) mengikuti sunnah Nabi saw. dan petunjuk para sahabat serta meniru perilaku generasi terdahulu yang saleh,
(2) saling menyayangi, berempati, dan tolong menolong di antara sesama muslim serta
menghidupkan agama,
(3) memusatkan perhatian untuk berzikir dan berdoa kepada Allah, dan
(4) berdakwah sepanjang hayat.
[(Mundzier Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah terhadap Perilaku Keagamaan Masyarakat, (Jakarta: Asta Buana Sejahtera, 2009), 245-246]
Tujuan pesantren al-Fatah sama dengan kehendak Maulana M. Ilyas bahwa ‚maksud santri belajar di pesantren setelah menguasai beberapa ilmu adalah terjun berkhidmat pada agama dan mendakwahi manusia kepada Allah bukan mencari keduniaan atau menjadi pegawai (Syaikh Maulana M. Ilyas al-Kandhalawi, dkk, Malfuz}at Tiga Hadratji, (terj.) oleh A. Abdurrahman Ahmad As-Sirbuny, (Cirebon: Pustaka Nabawi, 2012), 9)
Untuk mewujudkan tujuan dan motto pondok tersebut, Pesantren Temboro telah memberikan bekal kepada para santri dengan kajian kitab-kitab kuning melalui program pendidikan di kelas Formal, Tahfidz, Diniyyah, Daurah, maupun Takhasus. Sedangkan upaya menyebarkan ajaran Islam ke lapisan masyarakat dapat ditempuh dengan program khuruj fi sabilillah, yaitu keluar di jalan Allah untuk berdakwah langsung di masyarakat.
Selain untuk mencetak ahli agama, Pesantren Temboro juga memiliki tujuan pendidikan untuk mewujudkan santri yang berprestasi, ahli ilmu, ahli dakwah, ahli zikir dan ibadah, dan berakhlak mulia. Selaras dengan tujuan tersebut, al-Fatah menyediakan sarana belajar mengajar yang berfungsi untuk memunculkan ahli-ahli ilmu. Metode dakwah Jama’ah Tabligh yang diajarkan al-Fatah untuk mencetak dai-dai dan pejuang-pejuang agama yang ahli zikir, sedangkan ahli ibadah dapat dibentuk melalui ajaran tarekat NaqsabandiyahKhalidiyah yang dianut al-Fatah (Hasil angket terbuka dari ustadz Lutfi al-Hasyimi, S.Pd.I di STAIMS Baluk Karangrejo Magetan pada tanggal 28 September 2014, jam. 16.00 WIB).
Dalam menunjang tujuan pendidikan di Pesantren Temboro tersebut, pondok ini memiliki slogan ‚Belajar, Beramal, lalu Menyampaikan‛. Slogan inilah yang berusaha dipupuk sejak dini kepada para santri. Ustadz Lutfi al Hasyimi menjelaskan secara detail slogan sebagai berikut:
Pertama, belajar. Setiap hari para santri belajar siang dan malam, baik ilmu agama ataupun ilmu umum di kelas formal (MI-MA) untuk mempersiapkan diri berjuang di rumah masing-masing dan menjadi modal awal untuk mengamalkan ilmunya.
Kedua, beramal. Santri dipupuk untuk selalu mengamalkan ilmu yang telah mereka pelajari dengan cara shalat jama’ah di masjid, shalat dhuha, shalat tahajud untuk membentuk karakter, di samping itu, setiap pagi selepas wiridan shubuh ada program muhasabah. Setiap ketua kamar bertanya kepada para santri, siapa yang makmum masbuq (terlambat) dalam shalat? siapa yang tidak shalat dhuha atau tidak shalat tahajud? Kemudian santri diingatkan agar tidak mengulangi perbuatannya.
Ketiga, menyampaikan. Setelah belajar dan berusaha mengamalkan yang dipelajari, santri dididik untuk tidak segan menyampaikan dan menyebarkan ilmu dengan cara khuruj dalam satu bulan diusahakan 2 hari ikut program khuruj. Ketika hari libur, santri diberangkatkan berjama’ah 10-15 santri ke masjid-musholla sekitar desa Temboro atau bersilaturahim ke pesantren lain. (Hasil angket terbuka dari ustadz Lutfi al-Hasyimi, S.Pd.I. di STAIMS Baluk Karangrejo Magetan pada tanggal 28 September 2014, jam. 16.00 WIB)
hadirin kegiatan khataman dan pengajian di PP Banu Salamah
Dari slogan ini, nampak jelas bahwa tujuan pendidikan Pesantren Temboro untuk membentuk karakter yang religius dari tahap mempelajari ilmu-ilmu agama kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan disampaikan kepada masyarakat melalui kegiatan khuruj di masyakarat.
Slogan ‚Belajar-Mengamalkan-Menyampaikan‛ sangat baik jika dipraktikkan dalam sebuah pendidikan. Ketika ilmu dipelajari kemudian diamalkan bahkan diajarkan kepada orang-orang lain, santri akan benar-benar menguasai ilmu tersebut.
Materi Pendidikan Pondok Pesantren Al Falah Temboro.
Dari tujuan pendidikan yang telah dirumuskan oleh Pesantren Temboro, kemudian merumuskan materi (isi) yang akan diajarkan kepada santri selama mereka belajar di Pesantren Temboro, yang secara umum terdiri dari beberapa materi/kajian kitab-kitab kuning.
Kitab kuning merupakan salah satu elemen penting dalam tradisi pesantren. Zamakhsari Dhofier menempatkan kitab kuning (classical Islamic texts) sebagai salah satu elemen pokok pesantren di samping ada kiai, pondok, masjid, dan santri. (Hasil angket terbuka dari ustadz Lutfi al-Hasyimi, S.Pd.I. di STAIMS Baluk Karangrejo Magetan pada tanggal 28 September 2014, jam. 16.00 WIB.)
Secara terminologi, menurut Chozin sebagaimana dikutip Binti Maunah, “kitab kuning merupakan kitab-kitab yang membahas aspek-aspek ajaran Islam dengan menggunakan metode penulisan Islam klasik”. (Binti Maunah, Tradisi Intelektual Santri, (Yogyakarta: Teras, 2009), 39)
Kitab kitab yang dipergunakan pesantren ditulis dengan huruf Arab, dalam bahasa Arab. Huruf-hurufnya tidak diberi tanda baca (harakat, syakal). Pada umumnya dicetak di atas kertas yang berkualitas murah dan berwarna kuning. (Binti Maunah, Tradisi Intelektual Santri, (Yogyakarta: Teras, 2009), 39), Karena kertas berwarna kuning inilah kitab-kitab ini disebut dengan kitab kuning, sedangkan penulisan Arab tanpa syakal dalam kitab tersebut maka dinamakan Kitab Gundul.
Di Pesantren Temboro, keberadaan Kitab Kuning menjadi elemen pokok tradisi pesantren yang tidak bisa ditinggalkan karena ini merupakan ciri khas pesantren tradisional. Menurut Yahya, ‚Materi pendidikan Islam di al-Fatah berisi kajian-kajian Islam untuk membentuk para santri untuk menjadi ulama dengan mempelajari beberapa Kitab Kuning‛. (Hasil Wawancara dengan Yahya Sudarman (32 Thn), salah satu ustadz yang mengajar di program diniyyah dan formal Pesantren Temboro di Musholla Kuwon pada tanggal 06 Oktober 2014, jam. 17.10-17.35 WIB.82)
Materi (kurikulum) pendidikan Islam di Pesantren Temboro di atas jika dirangkum terdiri dari beberapa mata pelajaran mengenai kajian Islam yang meliputi:
al-hadis (hadis),
mustalah al-hadis (istilah-istilah hadis),
al-fiqh (hukum Islam),
usul fiqh (pokok-pokok hukum Islam),
al-faraid (ilmu pembagian harta waris),
at-tajwid, ‘ulum al-Qur’an (ilmu-ilmu al-Qur’an),
tafsir (tafsir al-Qur’an),
at-tauhid (keyakinan),
at-tarikh (sejarah Islam),
alQasas (kisah -kisah),
an-Nahwu, as-Sarf,
dan al-lugah al-‘arabiyyah (bahasa Arab).
Materi tentang ideologi Jamaah Tabligh ada satu, yaitu kitab Hayah alSahabah radliyya Allah ‘anhum wa radlu ‘anhu yang ditulis oleh Syaikh Maulana Yusuf al-Kandahlawi mengenai kisah-kisah kehidupan para sahabat dan dakwah kepada Allah dan rasul-Nya.
Dari beberapa kitab di atas, jelas sekali bahwa materi pendidikan Islam yang dipelajari di Pesantren Temboro adalah kajian pokok-pokok ajaran Islam dan ilmu alat (bahasa) untuk mempelajari kitab-kitab berbahasa Arab seperti nahwu, sarf, dan bahasa Arab.
Dalam materi tersebut tidak ada sama sekali pelajaran umum (sains), kecuali para santri yang mengambil kelas formal dari MI-MA akan mendapatkan mata pelajaran umum dari kurikulum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag) sebagaimana madrasah yang lain.
Secara umum, kitab-kitab yang dipelajari di Pesantren Temboro merupakan kitab yang ditulis oleh para ulama yang mengikuti madzhab Syafi’i (Syafi’iyyah) sehingga berdampak pada perilaku keagamaan santri sangat dipengaruhi oleh mazhab Syafi’iyyah walaupun dalam kegiatan dakwah khuruj fi sabilillah Jamaah Tabligh lebih cenderung pada madzhab Hanafiyyah. (Hasil wawancara dengan M. Irfan (santri Takhasus Pondok Pesantren Al-Fatah Temboro) dalam khuruj fi sabilillah di Masjid Baitus Sholihin Tanjung Sepreh Maospati Magetan 25 Juli 2014, Jam 17.20 WIB.
Hal ini sesuai dengan pendapat Martin van Bruinessen bahwa kandungan intelektual Islam tradisional berkisar pada paham akidah Asy’ari (khususnya melalui karya-karya Al-Sanusi), Madzhab fikih Syafi’i (dengan sedikit menerima tiga madzab lain) dan ajaran tasawuf al-Ghazali dan pengarang kitab sejenisnya. (Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat, (Yogyakarta: Gading Publishing, 2012), 87.)
Selain kitab-kitab di atas, Pesantren Temboro juga memberikan materi (kurikulum) penguatan ideologi Jamaah Tabligh yang dianutnya melalui kitabkitab wajib yang ditulis oleh para ulama Jamaah Tabligh dari India. Adapun kitab-kitab tersebut:
Kitab Fadail al-A’mal (Kitab Keutamaan Amal) karya Maulana Muhammad Zakaria alKandahlawi, Kitab ini memuat tentang kisahkisah Sahabat, fadilah shalat, fadilah Tabligh, fadilah zikir, fadilah al-Qur’an, fadilah Ramadhan, dan cara memperbaiki kemerosotan umat
Muntakhab al- Ahadis (Dalil-dalil Pilihan Enam Sifat Utama) Karya Syaikh Maulana Muhammad Yusuf al-Kandahlawi disusun kembali oleh Syaikh Maulana Muhammad Sa’ad al-Kandahlawi Kalimat thayyibah, shalat, ilmu dan zikir, ikram al-muslimin, ikhlas, dakwah dan tabligh, dan meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.
Fadail al-Sadaqat (Fadilah Sedekah) Maulana Muhammad Zakaria alKandahlawi Keutamaan menginfakkan harta, berisi tentang celaan terhadap kebakhilan, silaturahmi, pentingnya zakat dan keutamaannya, ancaman bagi yang tidak menunaikan zakat, anjuran supaya zuhud, qana’ah, dan tidak meminta-minta, dan kisah para ahli zuhud dan dermawan.
Hayah alSahabah (Kehidupan para Sahabat) karya Maulana Muhammad Yusuf al-Kandahlawi berisi tentang Kisah-kisah kehidupan para sahabat ra., dakwah kepada Allah SWT dan rasul-Nya,bai’at, kesabaran dalam menghadapi penderitaan di jalan Allah, hijrah, nusrah, danjihad fi sabilillah.
Fadail alSahabah (Keutamaan para Sahabat) Karya Maulana Muhammad Zakaria alKandahlawi Keutamaan para sahabat, baik dalam kesabaran, kesederhanaan, kejujuran, kedermawanan, ketekunan beribadah, dan lain-lain sehingga mereka menjadi contoh dan targhib (motivasi) bagi Jamaah.
Fadilah Tijarah (Keutamaan Perdagangan) Karya Maulana Muhammad Zakaria alKandahlawi Nafkah yang halal, keutamaan mencari nafkah, pekerjaan untuk berkhidmat kepada agama, dan keutamaan berdagang.
Fadilah Haji Ibadah Haji & Umrah (Menuju Haji yang Mabrur) Karya Maulana Muhammad Zakaria alKandahlawi Anjuran menunaikan ibadah haji, ancaman bagi yang tidak menunaikan ibadah haji, sabar menghadapi kesusahan dalam perjalanan haji, hakikat haji, keutamaan Makah dan Ka’bah, umrah, berkunjung ke Madinah, adab ziarah, dan keutamaan Madinah Munawarah.
Kitab-kitab di atas diajarkan oleh para kiai dan ustadz Pesantren Temboro dalam kegiatan ekstrakurikuler atau di luar mata pelajaran pondok. Seringkali kitab-kitab tersebut dibaca di saat para santri maupun para Tabligi ketika sedang khuruj di masjid-masjid. Dalam amalan Maqami masjid, mushola, kitab-kitab itu menjadi rujukan utama dalam proses ta’lim, maka tidak mengherankan banyak kitab-kitab tersebut dijumpai di beberapa masjid/mushala yang menjadi pusat kegiatan dakwah Jamaah Tabligh.