Rubuh-rubuh Gedhang Tegese

rubuh-rubuh gedhang tegese

Rubuh-rubuh gedhang tegese yaiku anut grubyug manut tumindake liyan (melu-melu) tanpa ngerti karepe lan tujuane. Artinya roboh-robohnya pisang yaitu ikut-ikutan mengikuti perbuatan orang lain tanpa mengetahui apa maksud dan tujuannya.

pontren.com – assalaamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu, dalam berbagai pengajian pada majelis taklim di desa saya, adakalanya kami mendengar ungkapan bebasan Basa Jawa.

Yaitu menyuruh orang tua untuk berusaha sekuat tenaga dalam beribadah utamanya sholat meskipun hanya mengikuti tata cara maupun gerakan imam maupun temannya.

Namun dalam melaksanakan sholat rubuh gedhang ini (karena belum mampu atau menguasai bacaan dan lain sebagainya) harus mengetahui kepada siapa dia mengikuti gerakan dan bacaannya.

Jadi meskipun hanya anut grubyuk melu-melu, tetapi memiliki pegangan berupa pengetahuan bahwa dia mengikuti orang yang mempunyai pengetahuan tentang ibadah sholat.

Dalam Kamus Bahasa Jawa perilaku ini mendapatkan penjelasan khusus yang bunyinya yaitu “sembahyang mung anut polahing liyan, ora mangerti rapalé”. Artinya adalah beribadah hanya mengikuti gerakan yang lain tanpa mengetahui bacaannya.

Dalam peribahasa berbahasa Jawa bahwasanya unen unen kang nunggal teges karo rubuh rubuh gedhang yaiku belo melu seton.

Artinya ungkapan yang mempunyai arti senada atau sama dengan roboh pohon pisang yaitu anak kuda mengikuti kegiatan pada hari sabtu.

Untuk penjelasan kegiatan pada hari sabtu ini anda dapat membaca pada artikel belo melu seton.

Tegese unen – unen rubuh – rubuh gedhang

Untuk lebih jelas memahami dan mendalam mengetahui makna dan maksud ungkapan ini, mari kita terjemahkan arti kosakata dalam bahasa Jawa ini satu persatu.

Selanjutnya akan kami uraikan penggambarannya.

Tegese rubuh-rubuh itu saya memaknainya sebagai arah condong atau miring hendak ambruk atau jatuh. Jadi sebagaimana miringnya menara pisa di Italy.

Gedhang tegese yaiku araning wit sarta wohe, artinya adalah sebutan untuk pohon dan buahnya. Anda tentu sudah paham seperti apa itu pisang.

Penjelasannya seperti ini.

Pohon pisang yang dalam bahasa Jawanya yaitu debog mempunyai karakter yang relatif empuk, akarnya tidak kuat dan daunnya lebar.

Karena akar yang tidak begitu kuat, mempunyai daun lebar serta batang yang empuk serta berbuah yang lumayan berat, membuat pisang menjadi condong kemana saja berdasarkan keadannya.

Bahkan apabila ada angin yang kuat dapat membuatnya berubah arah kemiringan karena akar dan batangnya yang tidak begitu kuat.

Karena sifat pohon pisang yang bisa berubah arah dan mudah berganti kemiringan ini menjadikannya sebagai gambaran metafora tentang perilaku orang yang ikut-ikutan saja perbuatan orang lain tanpa mengetahui maksud dan tujuannya.

Nah sekarang sudah terjawab penasaran saya tentang makna dalam rubuh-rubuh gedhang sebagai penggambaran untuk orang yang ikut – ikutan dalam sholat karena masih dalam tahap belajar.

Bahkan ternyata ini bukan hanya menjadi pepindhan atau bebasan bagi orang suku Jawa saja.

Namun juga menjadi paribasa sunda ulah Rubuh-rubuh gedang atuh : ulah migawé perkara teu nyaho kana maksudna.

Artinya jangan rebah seperti pepaya. Maknanya yaitu janganlah melakukan perbuatan tanpa mengetahui tujuan dan maksudnya.

Maturnuwun sudah mampir, salam kenal dan wassalaamu’alaikum.

Mumtaz Hanif

salam blogger

Tinggalkan Balasan