Pandengan karo srengéngé tegese yaiku Mungsuhan karo wong kang duwe panguwasa, artinya secara harfiah yaitu berpandangan dengan matahari. Maknanya adalah bermusuhan dengan penguasa atau orang yang mempunyai kekuasaan.
pontren.com – assalaamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu, unen unen ukara iki kalebu jenise tembung bebasan basa Jawa.
Kenapa masuk dalam basa rinengga jinise tembung bebasan?
Karena merupakan kiasan atau pemisalan saja. Mempunyai arti perumpamaan. Bukan arti apa adanya. apabila dia memiliki arti sebagaimana adanya maka masuk dalam kategori tembung paribasan.
Matahari merupakan bintang yang bersinar sangat terang. Apabila kita memandang dengan mata kita yang hanya kecil dan lemah, tentunya akan mengalami kekalahan yang telak.
Dengan kuatnya sinar akan membuat mata menjadi silau dan hasil akhirnya yaitu kalah karena tidak tahan dengan sorot matahari yang bersinar sangat terang (srengenge sumunar utawa nyunar).
Makanya ini merupakan metafora atau perumpamaan yang pas bebasan kang ateges mungsuh karo panguwasa.
Tegese Pandengan Karo srengenge, tuladha ukara
Lebih memahami maksud dari ungkapan unen-unen ini, mari kita mengetahui arti setiap kata atau bausastra dalam bebasan ini.
Pandengan asale saka tembung pandeng, tegese yaiku nyawang, ndelok lan sak piturute. Artinya adalah melihat, memandang.
Karo srengenge ; tegese srengéngé yaiku bundéran kaya bumi sing dadi tuking padhang lan panas ing wayah awan.
Srengenge artinya dalam Bahasa Indonesia adalah matahari. Yaitu bundaran semisal bumi yang menjadi terang dan panas pada saat siang hari.
Ungkapan ini juga bisa menjadi pemisalan tentang keberanian seseorang. Karena dia beradu tatapan dengan matahari.
Meski nyaris tidak ada kans atau kesempatan untuk menang, namun tetap saja melakukannya karena keyakinan kebenaran yang diyakini, bisa juga menyangkut nasib dia dan keluarganya.
Kenapa seorang penguasa ibaratnya adalah matahari yang bersinar terang dan menyilaukan?
Tentunya karena dia memiliki harta benda dan juga bisa menggerakkan alat-alat kekuasaannya untuk mengokohkan posisinya, menyelamatkan dari hal yang tidak dia sukai.
Ada banyak contoh bagaimana orang yang berkuasa (baik secara materi maupun derajat pangkat) mendapatkan privilage, keistimewaan dalam hukum maupun peraturan.
Hal ini tentu tidak semua orang bisa mendapatkannya. Apalagi orang miskin rakyat jelata. Tentunya akan mendapatkan perlakuan yang berbeda.
Sebagaimana suatu materi kultum, situasinya seperti pisau. Yaitu tajam kebawah (orang jelata rakyat biasa) dan tumpul keatas (orang berkuasa, kaya raya, kondang dan lain sebagainya).
Tuladha ukara misalnya; Agustinus nggoleki salahe pak Lurah, bebasane kaya pandengan karo srengenge. Artinya si Agus mencari kesalahannya pak kepala desa, peribahasanya seperti berpandangan dengan matahari.
Maturnuwun sudah mampir, wilujeng siang dan wassalamu’alaikum.