TPQ harus berbadan hukum Yayasan, pesantren tidak harus, Kenapa?

Beberapa bulan terakhir muncul Peraturan Menteri Agama yang mengatur ngatur tentang pondok pesantren, kemudian beberapa bulan sesudahnya terbit SK Direktur Jenderal Pendidikan Islam tentang Pendaftaran Keberadaan Pondok Pesantren.

pontren.com – assalamu’alaikum, flashback alias kembali ke belakang pada bulan Januari tahun 2020 (satu tahun yang lalu) ada petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan al-Qur’an.

tpq berbadan hukum yayasan

Yang jelas baik yang mengatur mengenai Pondok Pesantren maupun penyelenggaraan Al-Qur’an berkenaan dengan tata cara mendaftarkan lembaga ke Kementerian Agama, syarat, pendirian, pencabutan Pesantren maupun LPQ (termasuk TPQ, Rumah Tahfidz, TKQ, TQA dll).

Secara keseluruhan, salah satu syarat untuk mendaftarkan TPQ ke Kemenag alias mengajukan untuk mendapatkan nomor statistik, mensyaratkan lembaga berada dibawah organisasi yang berbadan hukum.

Tidak ada pengecualian siapapun penyelenggara TPQ.

Apakah itu penyelenggara TPQ adalah masyarakat, yayasan, kelompok serikat.

Keharusa Penyelenggara TPQ Berbadan Hukum dan tidak harusnya Pesantren yang diselenggarakan perorangan memiliki SK Kemenkumham

Tidak ada celah perorangan untuk menjadi penyelenggara Taman Pendidikan Al-Qur’an.

Situasi berbeda dalam mengajukan tanda daftar pondok pesantren untuk mendapatkan PSP (Piagam statistik Pesantren).

Pengajuan nomor statistik pesantren dalam rangka mendapatkan PSP ini memiliki istilah pendaftaran Keberadaan Pondok Pesantren.

Dalam ketentuan SK Direktur Jenderal Pendis menyebutkan adanya kesempatan bagi perorangan untuk menyelenggaakan pesantren.

Artinya, ada ketentuan dimana lembaga pesantren yang diselenggarakan oleh perorangan (bukan yayasan) bisa mendaftarkan lembaganya (ponpes) ke Kemenag tanpa harus memiliki SK Menkumham alias berbadan hukum.

Lemabaga TPQ lebih sederhana, kenapa syaratnya lebih berat?

Lembaga Pendidikan Al-Qur’an utamanya TPQ menurut saya adalah lembaga generik yang mengajarkan membaca al-Qur’an dengan popularitas begitu mengakar.

Nama TPQ seperti merk odol, aqua, sanyo, pampers, sunlight dan merk kuat lain yang mengakar pada benak masyarakat.

Maksudnya, meskipun lembaga sebenarnya adalah TKQ, Ta’limul Qur’an Lil Aulad maupun madin, masyarakat banyak yang gebyah uyah (memukul rata).

Yaitu dengan menyebut TPQ, atau lebih awam lagi adalah TPA.

Begitu sederhananya lembaga ini, adakalanya pada wilayah yang kurang pengajar, seorang guru pun bisa menjalankan pembelajaran pada TPQ dengan asistensi para peserta didik santri yang sudah IQRA 6 atau mengaji Al-Qur’an.

Sayangnya kesederhanaan lembaga ini tidak sesederhana dalam mengajukan izin operasional TPQ ke Kemenag, untuk mendapatkan nomor statistik TPQ.

Tepatnya bernama Nomor Statistik Lembaga Pendidikan Al-Qur’an (NSLPQ), karena TPQ merupakan bagian rumpun LPQ.

Salah satu pukulan telak lembaga TPQ yaitu adanya persyaratan penyelenggaraan TPQ berada dibawah organisasi atau lembaga yang berbadan Hukum.

Singkatnya memiliki SK Kemenkumham dan juga akta yayasan atau kelompok.

Membuat Akta Yayasan berbadan Hukum SK Kemenkumham perlu Biaya Jutaan Rupiah

Untuk mendapatkan Akta yayasan maka perlu mengurusnya ke Notaris.

Apakah gratis?

Tanya saja kepada rumput yang bergoyang.

Jutaan rupiah perlu untuk mewujudkan keberadaan akta yayasan maupun kelompok dengan SK Kemenkumham yang mengurusnya melalui notaris.

biaya membuat yayasan TPQ

Coba anda lakukan cek ricek riset sederhana, dengan bertanya kepada guru TPQ atau takmir masjid.

Berapa gaji, mukafaah atau uang transport para pendidik/ustadz ustadzah pada Taman Pendidikan Al-Qur’an?

Atau mencoba bertanya berapa kas yang ada pada TPQ?

Tentu kebanyakan situasinya adalah memprihatinkan, saya pribadi meyakini mayoritas para pengajar pada TPQ mendapat gaji atau ganti uang transport kurang dari Rp. 200.000 perbulan.

Berapa kas TPQ kebanyakan?

Ah saya juga kurang bisa mencari informasi ini, tapi keyakinan saya kebanyakan kas nya kosong melompong, atau jarang berada diatas satu juta rupiah.

Bahkan ada yang lebih mengenaskan lagi, ada kasus para pendidik alias guru TPQ yang nombokin biaya operasional LPQ.

Peralatan kegiatan belajar mengajar juga beli sendiri tiada yang memikirikan. Apakah hal seperti ini ada? Saya pernah mengalami sendiri.

Dengan kondisi keuangan yang bisa disebut “lembaga miskin ekonomi”, tentu biaya mengurus Akta Yayasan SK Kemenkumham merupakan perkara yang mewah dan berbiaya besar untuk TPQ.

Berbadan Hukum merupakan Syarat TPQ mendapatkan nomor Statistik dan Piagam Terdaftar Taman Pendidikan Al-Qur’an

Sayangnya ini merupakan keharusan alias syarat wajib, pada juknis LPQ tidak ada kata ampun sebagaimana dalam juklak Pesantren.

Apabila pesantren memiliki ketentuan “ PSP” bisa terbit dalam kondisi tertentu lembaga belum memenuhi syarat kecuali dalam 5 hal pokok.

yaitu tentang keberadaan santri kiai tempat ibadah kitab kuning asrama.

Dan pada salah satu klausul pendirian pesantren dengan penyelenggara perorangan, Akta Yayasan SK Kemenkumham bukanlah syarat untuk mendaftarkan Pesantren ke Kemenag.

Apakah bukan ironi persyaratan lembaga untuk mendapatkan izin operasional? Lembaga TPQ yang begitu sederhana dan kebanyakan memprihatinkan dalam pendanaan mau tidak mau harus ber SK Kemenkumham.

mengurus IMB Pondok Pesantren
pengurus yayasan pondok pesantren (ilustrasi)

Sedangkan Pondok Pesantren yang notebene izinnya berlaku selamanya (dengan catatan) malah ada celah untuk bisa mendapatkan izin operasional tanpa harus mempunyai Akta Yayasan (bagi penyelenggara Perorangan).

Dan saya yakin, ada banyak, mungkin lebih dari 30 persen TPQ yang menyelenggarakan atas inisiatif pribadi atau perorangan

Bukan karena adanya yayasan atau lembaga.

Semoga saja ada celah meringankan TPQ untuk mendaftarkan TPQ ke Kemenag dalam hal SK Kemenkumham.

Misalnya TPQ bisa menginduk kepada Badko Kecamatan atau Kabupaten.

Karena dahulu pada saat konsultasi ke pihak PD Pontren Kanwil salah satu provinsi (Dahulu lho ya, siapa tau sudah berubah pikiran).

Ada resistensi untuk bernaung dibawah yayasan Badko.

Alasan yang mengemuka pada saat itu adalah Badko TPQ hanya ada di Provinsi Jawa Tengah, tidak memiliki Yayasan tingkat Pusat.

Jadi (pada saat itu) yang bisa menjadi tempat bernaung secara yayasan adalah organisasi yang mempunyai kepengurusan sampai tingkat nasional,

contoh kongkritnya semisal Organisasi Muhammadiyah, NU, dan lain sebagainya.

Itulah uneg-uneg pagi hari ini, semoga TPQ semakin maju berkembang tanpa ada pihak pihak yang menghalangi perkembangannya, tidak mengganggu kami ucapkan terima kasih.

Apalagi kalau ikhlas memberikan bantuan. Wassalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *