Pontren.com – mengibaratkan pengelolaan pondok pesantren bagai bercocok tanam, itulah yang ada dalam bayangan kami karena berasal dari pegunungan yang banyak masyarakat berprofesi sebagai petani bercocok tanam baik sayuran maupun menanam padi.
Pengibaratan tentang faktor yang bisa memaksimalkan lulusan menjadi alumni yang berkualitas baik secara keilmuan dan akhlak berlandaskan 3 hal yaitu guru atau ustadz ustadzah pengajar, fasilitas lembaga dan potensi santri.
Ketiga hal diatas diibaratkan dengan petani, kesuburan lahan dan bibit tanaman yang di tanam. berikut pengibaratan yang menjadi angan kami mengenai kaitan antara bercocok tanam dengan mengelola lembaga pendidikan khususnya pondok pesantren.
Guru ibarat petani dalam bercocok tanam
Pengibaratan guru ini mengenai bagaimana cara dan keahlian guru dan juga kesabaran serta keuletan dalam menangani santri murid anak didik yang diperumpamakan semisal petani dalam bercocok tanam.
Salah satu pondasi mendapatkan pendidikan yang berkualitas adalah tersedianya pengajar yang mumpuni keilmuan serta keuletan dan ketabahan kesabaran dalam menangani santri pada pesantren.
Sama dengan petani, diperlukan orang yang ulet sabar dalam bercocok tanam mulai dari awal pemilihan bibit serta merawat tanaman supaya hidup berkembang maksimal sesuai dengan yang telah di rancang.
Pada perjalanan merawat tanaman, perlu di beri pengairan yang cukup, pupuk yang sesuai dan juga adanya perawatan berkala dan cek tanaman apakah ada hal yang bisa mengganggu pertumbuhan dari tanaman yang disemai.
Pastinya dalam proses bercocok tanam ini ada gangguan semisal gulma, atau penyakin tanaman yang mengancam tanaman bisa tumbuh maksimal. Diperlukan petani yang telaten dalam membersihkan gulma dan ahli memilih obat jika ada penyakit yang menyerang tanaman.
Adakalanya diperlukan penebangan beberapa tanaman sebagai mitigasi dari tanaman yang lain supaya tidak tertular penyakit yang menghingapinya, tentunya dengan perhitungan yang cermat demi kebaikan secara komprehensif.
Sama seperti pengasuh pesantren, perlu memilih guru dengan kompetensi akademik yang mumpuni tanpa meninggalkan mentalitas pendidik yang sabar ulet serta ahli dalam penanganan murid yang bermasalah.
Karakteristik pesantren memang memerlukan keahlian penanganan bukan hanya dalam aspek akademis, tapi juga masalah attitude karena para ustadz bertugas sebagai pendidik bukan hanya pengajar yang melakukan transfer ilmu pengetahuan.
Dalam hal kejadian santri mulai berperilaku tidak sesuai dengan garis aturan pesantren, penegakan aturan ini merupakan suatu seni yang mestinya dikuasai oleh ustadz khususnya yang bertugas sebagai pembina asrama atau pesantren.
Contoh kekinian problem pesantren yang lumrah terjadi yaitu; masalah handphone, pacaran, tidak kerasan di pesantren, merokok, lari keluar dari pesantren, akhlak yang jauh dari cerminan santri serta kemalasan dalam belajar dan lainnya.
Maka disitulah letak pemisalan petani yang rajin ulet tabah serta memiliki keahlian dalam mencari obat dan menangani penyakit yang menghingapi tanaman, bukan hanya mereka yang ahli memupuk tanaman, tapi juga petani yang hebat dalam menganalisa penyakit tanaman dan mengetahui cara mengobati serta mau turun tangan menangani masalah. Dan pastinya ketepatan cara penanganan juga tidak boleh terlupakan.
Fasilitas ibarat lahan media bercocok tanam
Saya kira mudah mengangankan fasilitas pesantren sebagaimana lahan dalam bercocok tanam, pengibaratan ini dibuat karena karakter petani dengan kualifikasi mumpuni tentunya akan sangat dapat memaksimalkan tanaman yang ada.
Fasilitas yang lengkap dan tepat ibarat tanah yang subur dan gembur memiliki nutrisi yang diperlukan tanaman dalam bertumbuh kembang dengan pesat dan menghasilkan buah secara paripurna.
Akan tetapi jika tanah yang ada hanyalah biasa, maka faktor petani yang ulet berperan serta dalam pemaksimalan dari perkembangan tanaman, misalnya tanah yang kurang air maka petani yang tabah akan mencarikan air guna menyirami.
Petani yang cerdas akan mencari cara terpraktis guna mengatasi berbagai kesulitan yang terdapat dalam media tanaman dalam hal ini adalah lahan tanah.
Akan tetapi adakalanya petani terbaikpun akan memikirkan mencari tanah ladang lain yang subur daripada repot mengurus tanaman yang tumbuh di tanah yang tandus atau kering sedikit sekali kesuburannya.
Dalam hal penyediaan tanah yang subur yang menjadi ibarat dari fasilitas pesantren, disinilah penyandang dana atau yayasan berperan sangat penting dalam pembentukannya. Ada alternatif dalam penggalian dana yaitu donatur tetap oleh yayasan atau penarikan biaya kepada santri.
Bukan masalah bagi pesantren yang sudah mapan dan terpercaya oleh masyarakat jika memberlakukan biaya tertentu kepada santri, akan tetapi ini akan menjadi masalah bagi pondok yang masih baru dan belum terkenal.
Input santri ibarat bibit tanaman
Komponen ketiga dari pemisalan mengelola pesantren dengan bercocok tanam adalah bibit tanaman dengan santri.
Bibit yang kualitas unggul tentunya akan lebih mudah dalam perawatan dan pendampingan dalam tumbuh kembang, beberapa ciri bibit unggul alias kualitas hebat misalnya tahan terhadap hama, mudah tumbuh, cepat berbuah dan banyak serta nikmat hasil buahnya.
Sama semisal santri pesantren, bagi pondok yang mendapatkan input pendaftar dengan bibit unggul akan lebih mudah dalam pembentukan dan pendampingan dalam pemelajaran.
Tentunya penerimaan santri dalam hal kualitas bukan hanya ditinjau dari nilai akademis, akan tetapi juga dari akhlak yang dibawa oleh calon murid.
Secara umum, saat ini parameter dalam penggalian bibit unggul oleh pesantren hanya bersifat secara akademis dan belum dapat menyelami sampai dengan akhlak.
Umumnya dasar pertimbangan keunggulan berdasarkan nilai Ujian Nasional dan raport serta saringan tes masuk oleh pesantren baik secara ujian lisan dan tertulis.
Bagi pesantren yang sudah mapan dan diserbu oleh wali santri mendaftarkan anak, akan lebih memiliki kans mendapatkan bibit unggul dibandingkan pondok yang masih baru dan biasa saja diminati oleh wali murid.
Dengan kualitas yang dipandang biasa saja oleh santri atau wali murid maka pesantren dengan terpaksa menerima santri apa adanya yang secara kans juga menghasilkan lulusan biasa saja secara umum.
Pun begitu tidak menutup kemungkinan adanya alumni yang bisa berkiprah hebat di kancah nasional atau dunia walau asalnya dari bibit yag biasa saja.
Kembali lagi ke petani yang ulet, suatu bibi tanaman bisa tumbuh hebat maksimal dengan buah ranum enak dan banyak jika dikelola oleh petani yang memiliki integritas mental yang tinggi dan pengetahuan yang mumpuni dalam bercocok tanam.
penutup dan kesimpulan pribadi
Akhirnya saya berkesimpulan bahwa memang guru yang hebat dan tekun serta tabah dan ulet serta mau terjun menangani menjadi faktor luar biasa penting bagi pesantren yang menginginkan berkembang hebat dan menelurkan alumni dengan kualitas super.
Itu saja yang saya tuliskan apa yang terlintas dalam kepala saya di sore ini, dan hal ini adalah opini pribadi, bisa dibantah disalahkan ataupun disanggah karena hanya bersifat mengalir dalam menulis diwaktu selepas isya.
Dan hal ini menurut saya juga berlaku sama untuk kepengelolaan lembaga pendidikan Islam yang lain yaitu Madrasah diniyah takmiliyah maupun TPQ.